Perjalanan survei tim Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM dalam rangka penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten (Ripparkab) Murung Raya, dimulai. Survei ini merupakan bagian dari pemetaan potensi dan daya tarik wisata. Diawali pagi hari, Jumat, 6 September 2024 berkoordinasi di Kantor Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (DKOP) Kabupaten Murung Raya, diterima oleh Kepala DKOP, Kabid Pengembangan Destinasi dan jajaran berdiskusi sekilas tentang perkembangan pembangunan kepariwisataan dan tentunya membahas rencana kegiatan survei tim selama berada di wilayah Murung Raya. Setelah dirasa cukup, Tim Puspar UGM dan Tim DKOP memulai petualangan berbagi dua mobil Hilux 4WD, karena medan jalanan pedalaman yang membutuhkan kendaraan dengan spesifikasi tertentu. Medan yang menantang butuh kendaraan yang fit agar bisa naik turun bukit/gunung.
Kegiatan
Pusat Studi Pariwisata UGM bekerja sama dengan US Embassy dan The Asia Foundation dalam program Young Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI) Regional Workshop: Sustainable and Inclusive Cultural Tourism yang dilaksanakan di Yogyakarta, Indonesia. Workshop ini bertujuan untuk mendorong para pemimpin muda untuk berdiskusi mengenai isu-isu pariwisata yang berkelanjutan dan inklusif serta menciptakan ruang bagi generasi muda untuk memperkuat jaringan dan komunitas mereka di seluruh Asia Tenggara.
Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM menyelenggarakan pelatihan penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (Ripparda) pada tanggal 30 Juli – 1 Agustus 2024. Kegiatan ini bekerjasama dengan Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Bantul. Peserta pelatihan berasal dari Dinas Pariwisata Bantul.
Semiloka bertema Surat Cinta dari Bulaksumur: Membangun Masa Depan Pariwisata Indonesia yang Tangguh, Berdaulat, dan Bertanggung jawab menandai Peringatan Dies Natalis Pusat Studi Pariwisata UGM ke-30. Semiloka digelar sebagai wujud perjalanan 30 tahun Puspar UGM berdiri dan kedepannya untuk terus menelurkan gagasan sebagai bentuk kontribusinya bagi perkembangan kepariwisataan Indonesia agar semakin lebih baik.
Pengakuan masyarakat global terhadap pembangunan kepariwisataan di Indonesia memperlihatkan perkembangan yang baik, dengan dicapainya peringkat 22 dunia berdasarkan Travel Tourism Development Index yang sebelumnya bertengger pada peringkat 32. Apabila merujuk pada peringkat di atas, secara kuantitatif pembangunan pariwisata Indonesia lebih baik dari Belgia, Selandia Baru, dan Turki. Prestasi ini tentu saja tidak terlepas dari intervensi berbagai kebijakan negara yang pro pada pembangunan industri pariwisata. Salah satunya, terlihat dari peran aktif Indonesia pada kancah global Konferensi Tingkat Tinggi Archipelago and Island States Forum KTT AIS Forum 2023. Melalui forum ini, Indonesia mengajak negara-negara pulau dan kepulauan guna mewujudkan pariwisata berkelanjutan melalui penerapan langkah penting antara lain: mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; penerapan blue economy, penanganan sampah, serta tata kelola maritim. Forum ini penting dalam kontribusi ekonomi yang signifikan.
Berikut kami sampaikan materi Semiloka Kepariwisataan 30 Tahun Puspar UGM yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada pada 23 Juli 2024.
Desa wisata bisa menjadi salah satu destinasi alternatif saat berkunjung ke DIY. Hanya saja, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dirampungkan agar desa wisata di DIY lebih berdaya saing dengan destinasi wisata lainnya.
Peneliti Pusat Studi Pariwisata (Puspar) Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Destha Titi Raharjana mengatakan pekerjaan rumah yang pertama yakni harus punya aspek kelembagaan dan legalitas yang jelas. Untuk memastikan hal tersebut diperlukan dukungan dari pemerintah kalurahan serta instansi terkait. Masalah kelembagaan akan diikuti dengan kesiapan dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) pengelola desa wisata, diperlukan tim inti dalam mengelola desa wisata. Tim ini bertugas mengelola desa wisata setiap hari serta monitoring dan evaluasi.
Sektor pariwisata dipercaya sebagai katup penyelamat ekonomi perdesaan jika mampu dikelola dengan profesional. Hadirnya pariwisata di desa mampu membuat rasa bangga sekaligus menjadikan warga desa lebih percaya diri.
Mereka tentunya merasa bisa lebih maju dari lainnya. Dari perspektif pariwisata, eksistensi desa wisata diharapkan mampu menjadi produk alternatif yang mampu menguatkan co-creation agar mampu menahan wisatawan lebih lama.
Demikian disampaikan Dr. Destha Titi Raharjana, S.Sos. M.Si., pegiat Wisata Kerakyatan Peneliti di Pusat Studi Pariwisata UGM pada Webinar bertema Membangun Desa Wisata Yang Unggul, Tangguh dan Berkelanjutan. Webinar diselenggarakan Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo-Flores, di Labuan Bajo Selasa (14/5).
Pemerintah Kabupaten Sikka melalui Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan (Bapelitbang) bekerja sama dengan Pusat Studi Pariwisata (Puspar) Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar Seminar Pendahuluan Reviu Dokumen Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (Ripparda) Kab. Sikka. Seminar ini merupakan wujud realisasi dari kegiatan kerja sama antara UGM dengan Pemkab Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kegiatan ini diselenggarakan di Aula Kantor Bapelitbangkab Sikka dan dibuka Pj Sekda Margaretha Movaldes Da Maga Bapa, ST., M.Eng, Rabu (30/4/2024).
Dr. Destha Titi Raharjana, S.Sos. M.Si. peneliti Puspar UGM menyatakan salah satu faktor penentu kemajuan desa wisata tidak lain dan tidak bukan menyangkut kapasitas sumber daya manusia pada lembaga pengelola desa wisata. Karena pengembangan desa wisata sejatinya dijalankan melalui community based tourism (CBT).
“Artinya, menempatkan masyarakat desa sebagai subjek adalah hal utama yang penting dilakukan”, ujarnya saat menjadi narasumber dalam Pelatihan Manajemen Kelembagaan pada kegiatan Kampanye Sadar Wisata (KSW) 5.0 bertempat di desa wisata Kembang Kuning, Lombok Timur, Selasa (22/4).
Peningkatan jumlah wisatawan di Jogjakarta dipengaruhi beragam aspek. Hanya saja, yang tidak kalah penting adalah tersedianya fasilitas yang mumpuni.
Secara faktual, perkembangan daya tarik dan fasilitas penunjang wisata juga sudah terbangun di Jogja, penataan, pembenahan serta perbaikan layanan pun secara serius telah digarap. “Baik oleh pemerintah ataupun para pelaku wisata serta masyarakat lokal yang merasa hidupnya dari pariwisata,” sebut peneliti Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM, Dr. Desttha Titi Raharjana.