• About UGM
  • Academic Portal
  • IT Center
  • Library
  • Research
  • Webmail
Universitas Gadjah Mada Pusat Studi Pariwisata
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • Tentang PUSPAR
    •  Visi & Misi
    •  Struktur Organisasi
    • Tenaga Ahli
    •  Keahlian
  • Kegiatan
    • Studi/Penelitian
    • Publikasi
    • Pelatihan
    • Seminar
    • Berita
  • Perpustakaan
  • JURNAL NASIONAL PARIWISATA
  • id
    • en
    • id
  • Beranda
  • Pos oleh
  • page. 4
Pos oleh :

ps.pariwisata

Puspar UGM : Ini PR Besar agar Desa Wisata DIY Bisa Bertahan

BeritaKegiatan Monday, 24 June 2024

Desa wisata bisa menjadi salah satu destinasi alternatif saat berkunjung ke DIY. Hanya saja, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dirampungkan agar desa wisata di DIY lebih berdaya saing dengan destinasi wisata lainnya.

Peneliti Pusat Studi Pariwisata (Puspar) Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Destha Titi Raharjana mengatakan pekerjaan rumah yang pertama yakni harus punya aspek kelembagaan dan legalitas yang jelas. Untuk memastikan hal tersebut diperlukan dukungan dari pemerintah kalurahan serta instansi terkait. Masalah kelembagaan akan diikuti dengan kesiapan dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) pengelola desa wisata, diperlukan tim inti dalam mengelola desa wisata. Tim ini bertugas mengelola desa wisata setiap hari serta monitoring dan evaluasi.

Selain itu, desa wisata perlu memiliki master plan yang di dalamnya memuat business plan. Setidaknya ada visi yang akan dicapai sepuluh tahun ke depan. Penataan dan pengembangan, baik fisik serta nonfisik bisa berjalan sesuai rencana. Termasuk dalam mencari dukungan anggaran. Pengelola desa wisata juga paham tentang produk pengetahuan yang dimiliki. Pengelola harus mampu mengemas identitas yang dimiliki desa tersebut. Tujuannya agar tidak homogen dengan desa tetangga. Diimbangi dengan kemampuan berinovasi terhadap produk wisata berbasis sumber daya lokal desa tersebut.

Berikutnya adalah pemasaran. Menurutnya hal ini adalah kunci penting dalam memajukan desa wisata, salah satunya lewat pengembangan jejaring untuk memasarkan produk wisata. Diakuinya, saat ini belum semua desa wisata punya tim khusus pemasaran. Pemasaran masih dianggap beban karena harus mengeluarkan modal. Dr. Destha Titi Raharjana menjelaskan pemasaran bisa murah dilakukan lewat aplikasi atau media sosial. Rendahnya keterampilan digital marketing juga masih jadi kendala. Apalagi desa wisata yang pengelolaannya tidak dipegang anak muda. Aktivasi di dunia digital lewat konten yang beragam masih minim. Demikian juga story telling dan orisinalitas cerita tentang desa. “Branding dapat dibangun dari toponim desa, atau mitos dan legenda yang tumbuh sebagai bentuk local wisdom”. 

DIY berpeluang besar pengembangan wisata minat khusus. Sehingga pengembangan pariwisata tidak terjebak pada mass tourism saja. Paket wisata tematik bisa dikembangkan dari empat kabupaten dan satu kota yang ada di DIY. Wisata tidak melulu Malioboro, DIY punya Taman Nasional Gunung Merapi, Geopark Gunung Sewu, Sand Dune, hingga pesona Menoreh. Ini semua bisa jadi lahan dan laboratorium pengembangan pariwisata. Menurutnya yang jadi masalah adalah minimnya inovasi dalam mengemas paket wisata berbasis edukasi. Berbasis minat wisatawan. Eksplorasi tema tertentu bisa dikembangkan, misalnya kawasan Kraton Ngayogyakarta.

Industri perjalanan bisa menawarkan skema kepada wisatawan untuk merasakan dan mendapatkan pengalaman baru menjadi tamu raja. “Kemasan co-creation, dari pihak penyedia jasa yang menawarkan keunikan dan tata cara minum teh di kampung Patehan misalnya, dapat dijadikan produk minat khusus,”.  Wisatawan juga bisa dikenalkan budaya jawa yang masih dipelihara sampai saat ini melalui abdi dalem yang punya berbagai profesi. Ini bisa jadi modal kultural untuk mendekatkan wisatawan saat berkunjung ke DIY.

Secara umum wisatawan juga belum mengenal lebih dalam tentang Jogja Istimewa. Ini jadi tantangan bagi penyedia jasa perjalanan menawarkan Beyond Jogja. “Mengajak wisatawan jauh menikmati dan merasakan pengalaman baru selama di Jogja.”

 

 

 

 

Diperlukan Local Champion agar Desa Wisata Berdaya Saing

BeritaKegiatan Friday, 17 May 2024

Sektor pariwisata dipercaya sebagai katup penyelamat ekonomi perdesaan jika mampu dikelola dengan profesional. Hadirnya pariwisata di desa mampu membuat rasa bangga sekaligus menjadikan warga desa lebih percaya diri.

Mereka tentunya merasa bisa lebih maju dari lainnya. Dari perspektif pariwisata, eksistensi desa wisata diharapkan mampu menjadi produk alternatif yang mampu menguatkan co-creation agar mampu menahan wisatawan lebih lama.

Demikian disampaikan Dr. Destha Titi Raharjana, S.Sos. M.Si., pegiat Wisata Kerakyatan Peneliti di Pusat Studi Pariwisata UGM pada Webinar bertema Membangun Desa Wisata Yang Unggul, Tangguh dan Berkelanjutan. Webinar diselenggarakan Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo-Flores, di Labuan Bajo Selasa (14/5).

“Mengapa Desa Wisata menarik dikembangkan? Ya karena desa wisata menawarkan sesuatu yang berbeda dibandingkan daya tarik lainnya. Namun perlu diingat, bisnis desa wisata perlu diimbangi komitmen, leadership, dan transparansi. Ini memerlukan tatakelola supaya bisnisnya bisa berkelanjutan dan kompetitif,” ujar Destha.

Beberapa critical factors desa wisata, kata Destha perlu mendapatkan perhatian. Diantaranya produk artificial, minim storytelling, rentan dupliasi, dan yang sering dijumpai minimnya paket dan minim inovasi yang dijalankan.

“Selama ini desa sepertinya hanya menangkap, akibatnya tidak ada nilai tambah bagi wisatawan. Tidak sedikit pengelola hanya jual tiket bukan paket. Kondisi ini terjadi karena mungkin kolaborasi yang terbatas sehingga memerlukan kepemimpinan lokal yang kuat,” katanya.

Oleh karena agar desa wisata semakin berdaya saing diperlukan DNA yang kuat supaya memiliki identitas berbeda (unique selling proposition). Diperlukan pula pelibatan dan penguatan interaksi wisatawan (co-creation) dalam kemasan paket wisata, dan minimal melengkapi amenitas penunjang dengan standar kebersihan dan kesehatan.

“Karenanya sangat perlu untuk disiapkan sumber daya manusia yang kompeten, inovatif, dan terampil di bidang teknologi, dan perlu melahirkan dan mengkader local champion di tingkat desa yang mampu melakukan kolaborasi dengan pihak eksternal dan internal,” terangnya.

Local champion penggerak desa wisata, menurut Destha adalah individu yang ditunjuk melalui musyawarah desa sebagai perwakilan kelompok desa yang memiliki jiwa kepemimpinan, memahami permasalahan desa, serta memiliki kemampuan berkomunikasi dengan seluruh lapisan masyarakat di desanya dengan baik. Penggerak desa ini diharapkan memiliki motivasi & bersedia mendedikasikan waktu dan hatinya untuk membersamai masyarakat desa dalam mengembangkan desanya sebagai desa wisata.

Potensi Unggulan Kabupaten Sikka Perlu dikembangkan, Puspar UGM dan Pemkab Sikka Siapkan Reviu Dokumen Ripparda

KegiatanStudi/Penelitian Thursday, 2 May 2024

Pemerintah Kabupaten Sikka melalui Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan (Bapelitbang) bekerja sama dengan Pusat Studi Pariwisata (Puspar) Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar Seminar Pendahuluan Reviu Dokumen Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (Ripparda) Kab. Sikka. Seminar ini merupakan wujud realisasi dari kegiatan kerja sama antara UGM dengan Pemkab Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kegiatan ini diselenggarakan di Aula Kantor Bapelitbangkab Sikka dan dibuka Pj Sekda Margaretha Movaldes Da Maga Bapa, ST., M.Eng, Rabu (30/4/2024).

Margaretha Movaldes Da Maga Bapa mewakili Pj Bupati Sikka menyampaikan apresiasi atas kegiatan ini sebagai upaya mengembangkan sektor pariwisata di daerah Sikka. Dia menyampaikan terdapat beberapa perubahan dan perkembangan dalam 9 tahun terakhir di sektor kepariwisataan, seperti pemekaran wilayah desa/kelurahan, perkembangan daya tarik wisata, serta tumbuhnya objek-objek baru yang ramai dikunjungi wisatawan. Secara khusus terbitnya Permen Pariwisata No.10 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan Ripparprov/Ripparkab/kota dan regulasi perencanaan terbaru RPJMD dan RTRW, sehingga dokumen substansi Ripparda harus menyesuaikan dengan ketiga regulasi tersebut. Reviu ini juga dilakukan untuk mendorong sinergi antar sektor dan OPD, sehingga dapat mencapai hasil yang optimal.

Pada seminar ini, Tim Ahli Puspar UGM antara lain Dr. Mohamad Yusuf, MA (Kepala Puspar UGM), Wijaya, S. Hut, M.Sc., dan Ika Rachmadani Kurniawan, A.Md. Acara inipun dihadiri sekitar 35 orang berasal dari pimpinan OPD (Bapelitbang, Dinasparbud), Kepala Desa, Akademisi (IFTK Ledalero, Unimof), perwakilan pelaku ekraf/UMKM, HPI, PHRI, Asidewi, dan praktisi pariwisata.

Dr. Mohamad Yusuf, MA., selaku Ketua Tim Ahli dalam kesempatan ini menegaskan sebagai wilayah kepulauan di daratan Flores, Kabupaten Sikka menyandang peran dan posisi strategis dari sisi ekonomi, budaya, dan akses. Oleh karena potensi unggulan yang dimiliki wilayah ini perlu dibangkitkan dan dikembangkan untuk menjadi pilar pembangunan perekonomian di wilayah ini khususnya dan Provinsi NTT umumnya. Pemkab Sikka percaya pembangunan sektor kepariwisataan sejalan dengan tujuan SDG’s, diantaranya mendorong pertumbuhan ekonomi (8), mengurangi angka kemiskinan (1), adanya praktik ekowisata mampu menekan ancaman perubahan iklim (13), sekaligus perlu didorong kemitraan antar pemangku kepentingan (17) untuk mewujudkan daya saing destinasi pariwisata Sikka yang kuat.

Disamping itu, satu hal penting dalam membangun pariwisata di wilayah ini adanya kolaborasi hexahelix, yaitu unsur Akademisi, Business, Government, Community, Media, dan Lembaga Keuangan. Langkah awal dengan membentuk forum komunikasi pariwisata enam unsur diatas sebagai upaya meningkatkan promosi pariwisata Sikka serta memperkuat sinergi dan komitmen antara Pemkab dengan para pelaku pariwisata.

Peneliti lain dari Puspar UGM, Wijaya menyampaikan bahwa Kabupaten Sikka memiliki daya tarik wisata yang sangat beragam, baik alam, budaya maupun buatan. Daya tarik wisata tersebut berupa pantai, pulau-pulau kecil, spot dive, gunungapi, air terjun, mangrove, goa, bukit purba, jelajah hutan, budaya, kuliner dan kerajinan lokal. Kajian awal Puspar UGM mencatat sebanyak ±75 daya tarik wisata yang tersebar di 21 kecamatan.

Lebih lanjut Wijaya, S.Hut., M.Sc  memberi penekanan bahwa pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Sikka tidak terlepas dari dua kawasan penting disekitarnya, yaitu Kelimutu Ende sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dan Destinasi Pariwisata Super Prioritas Labuan Bajo yang saat ini sedang berkembang dan ramai kunjungan. Posisi strategis ini menjadi salah satu kekuatan destinasi ini. Kita berharap mendapat imbas dan limpahan wisatawan dari kedua destinasi unggulan ini.

 

 

Kampanye Sadar Wisata 5.0 Pentingnya Aktivasi SDM-Kelembagaan di Desa Wisata

BeritaKegiatan Tuesday, 23 April 2024

Dr. Destha Titi Raharjana, S.Sos. M.Si. peneliti Puspar UGM menyatakan salah satu faktor penentu kemajuan desa wisata tidak lain dan tidak bukan menyangkut kapasitas sumber daya manusia pada lembaga pengelola desa wisata. Karena pengembangan desa wisata sejatinya dijalankan melalui community based tourism (CBT).

“Artinya, menempatkan masyarakat desa sebagai subjek adalah hal utama yang penting dilakukan”, ujarnya saat menjadi narasumber dalam Pelatihan Manajemen Kelembagaan pada kegiatan Kampanye Sadar Wisata (KSW) 5.0 bertempat di desa wisata Kembang Kuning, Lombok Timur, Selasa (22/4).

Destha menegaskan arti penting peran strategis Pokdarwis. Pokdarwis dituntut agar mampu melakukan inovasi, terobosan dan mendorong kolaborasi antar elemen.

Hal itu, menurutnya menjadi keniscayaan, mengingat dari temuan lapangan, khususnya dari tiga desa yang menjadi peserta, yaitu desa Mertak dan desa Bonjeruk dari Kabupaten Lombok Tengah, desa Buwun Sejati, Kabupaten Lombok Barat memiliki problem sinergitas antar lembaga desa yang masih menjadi hambatan dalam pengembangan desa wisata.

Materi pelatihan manajemen kelembagaan diberikan dua bagian selama dua hari, 21-22 April 2024, diantaranya penyampaian materi secara teori. Nara sumber memberikan pembekalan materi pengenalan, pembentukan, dan penguatan lembaga desa wisata, struktur dan prosedur organisasi/lembaga wisata, manajemen/ tata kelola desa wisata dan dilanjutkan kerja kelompok per desa terkait praktik pengelolaan desa wisata.

“Pada kegiatan praktik, masing-masing desa melakukan refleksi terkait dengan model pengelolaan yang saat ini sudah berjalan,” katanya.

Destha menuturkan para peserta sangat antusias memberikan pendapatnya. Dari hasil diskusi, tiap-tiap desa wisata mampu menampilkan keadaan existing lembaga di desa yang terkait langsung atau tidak langsung dengan pariwisata, dan menyepakati tindak lanjutnya.

Hasilnya pelatihan ini pun pada akhirnya mengarah pada kesepakatan untuk melakukan pendampingan lembaga dalam wujud reaktivasi SDM dan kelembagaan yang akan secara profesional mengelola desa wisata, sekaligus merumuskan aturan main juga POS sesuai kebutuhan di masing-masing desa wisata.

Ia pun menjelaskan, pelatihan KSW 5.0 ini merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan FGD pemetaan potensi dan identifikasi kebutuhan pelatihan yang telah dilaksanakan bulan Maret 2024 sebelumnya. Salah satu pelatihan yang sifatnya wajib diberikan adalah pelatihan manajemen kelembagaan. Selain itu, materi pelatihan lainnya terkait dengan perencanaan bisnis (bisnis plan), kepemanduan-story telling, penyusunan paket wisata, dan digitalisasi.

Pelatihan diikuti 45 peserta berasal dari tiga desa di destinasi pariwisata prioritas Lombok. Mereka ditugaskan sebagai local champions atau tokoh penggerak pariwisata di masing-masing desa yang mewakili dari unsur Pokdarwis, UMKM, lembaga adat, Bumdes, dan perangkat desa.

“Kegiatan ini dijalankan bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/ Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI melalui Deputi Bidang Sumber Daya dan Kelembagaan c.q. Direktorat Pengembangan SDM Pariwisata,” imbuhnya.

Fasilitas Mumpuni Pengaruhi Peningkatan Jumlah Wisatawan

BeritaKegiatan Wednesday, 17 April 2024

Peningkatan jumlah wisatawan di Jogjakarta dipengaruhi beragam aspek. Hanya saja, yang tidak kalah penting adalah tersedianya fasilitas yang mumpuni.

Secara faktual, perkembangan daya tarik dan fasilitas penunjang wisata juga sudah terbangun di Jogja, penataan, pembenahan serta perbaikan layanan pun secara serius telah digarap. “Baik oleh pemerintah ataupun para pelaku wisata serta masyarakat lokal yang merasa hidupnya dari pariwisata,” sebut peneliti Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM, Dr. Desttha Titi Raharjana.

Selain itu, yang tidak kalah penting adalah aspek lingkungan, khususnya infrastrukur. “Konektivitas serta layanan penunjang lainnya yang menjadikan wisatawan lebih mudah untuk mengakses destinasi wisata di Jogja,”

Lebih lanjut, Dr. Destha Titi Raharjana juga membeberkan beberapa hal yang menurutnya masih menjadi daya tarik Jogja sehingga menarik perhatian wisatawan untuk mau datang. Mulai dari citra destinasi wisata Jogja yang menurutnya masih kuat. Lalu, promosi yang efektif dan mampu menangkap wisatawan  untuk datang ke Jogjakarta. Lewat media promosi tersebut, diakuinya banyak pihak mampu mengenalkan keunikan DIJ. Kualitas layanan yang diberikan kepada wisatawan tampaknya relatif sudah baik dan memberikan kesan positif bagi mereka. Ini artinya, SDM pariwisata di Jogja sudah memiliki karakter tourism first. Melayani dengan keramahan kepada wisatawan.

Tidak kalah penting, Dr. Destha Titi Raharjana juga meyakini bahwasanya aspek aksesibilitas dan konektivitas yang relatif mudah dan terjangkau juga memengaruhi daya tarik wisatawan mengunjungi Jogja. Aksesnya memudahkan wisatawan selama di Jogja melakukan pergerakan guna menuntaskan agendanya selama berwisata.

Webinar Membedah (Buku) Desa Wisata

KegiatanSeminar Wednesday, 3 April 2024

Pusat Studi Pariwisata UGM berkolaborasi dengan INSISTPress dalam kegiatan Webinar Membedah (Buku) Desa Wisata karya Nurdiansyah Dalidjo.

Bagaimana konsep dan tujuan desa wisata? seberapa signifikan desa wisata bagi pariwisata dan seberapa relevan dalam mengurai persoalan (masyarakat) desa? itulah beberapa pertanyaan yang dibahas dari buku ini.

Selengkapnya

 

Policy Brief : Perencanaan Pengembangan Pariwisata Berkualitas Pada Kawasan Cagar Budaya

KegiatanPublikasi Tuesday, 2 April 2024

Pariwisata memiliki peran vital dalam perekonomian Indonesia, mendorong pertumbuhan sektor jasa, menyerap tenaga kerja, dan mendukung inklusivitas ekonomi. Meskipun kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia mengalami fluktuasi akibat pandemi, sektor pariwisata Indonesia mencatat prestasi dengan naiknya indeks daya saing pariwisata.

Yogyakarta, sebagai destinasi wisata, menduduki peringkat tinggi dalam preferensi liburan dan pasar wisatawan mancanegara. Meski terdapat penurunan kunjungan wisatawan di Daya Tarik Wisata (DTW) Yogyakarta dari 2016 hingga 2019, 97% wisatawan mengunjungi kawasan cagar budaya.

Yogyakarta memiliki ambisi menjadi kota wisata budaya terbaik di Asia Tenggara dengan visi pembangunan wisata yang mencakup kelas dunia, daya saing, wawasan budaya, keberlanjutan, dan pemberdayaan masyarakat. Dengan moto “Jogja Cultural Experiences,” Yogyakarta menekankan budaya sebagai karakter pariwisata, didukung oleh lima Kawasan Cagar Budaya (KCB) seperti Kotabaru, Kotagede, Pakualaman, Malioboro, dan Kraton. Upaya pengembangan KCB sebagai Daya Tarik Wisata (DTW) didasarkan pada pemikiran bahwa KCB, sebagai bagian dari warisan, perlu dijaga dan dilestarikan untuk memberikan dampak positif pada kesejahteraan masyarakat.

Dalam pengembangan ini, perhatian khusus diberikan pada isu-isu terkait pemanfaatan yang berlebihan atau keliru terhadap atribut KCB dan penurunan kualitas nilai-nilai pusaka. Pemahaman dan kesadaran publik terhadap pelestarian dan pemanfaatan KCB perlu ditingkatkan, dan diperlukan rumusan konsep dan rencana pengembangan yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut.

Tujuan dari kegiatan ini adalah menyusun strategi rencana pengembangan dan menyusun konsep pengembangan pariwisata berkualitas pada kawasan cagar budaya terpilih di Kota Yogyakarta.

 

Selengkapnya, silakan menghubungi Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada

Mudik Lebaran Momen Dongkrak Kunjungan Wisata

BeritaKegiatan Monday, 1 April 2024

Mudik sebagai fenomena budaya yang sudah berlangsung lama, jutaan orang melakukan perjalanan ke kampung halaman untuk berkumpul bersama keluarga. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI memperkirakan sebanyak 193,6 juta penduduk akan melakukan mudik lebaran tahun ini, atau naik sekitar 60 persen dibanding tahun 2023 lalu.

Peneliti Pusat Studi Pariwisata (Puspar) Universitas Gadjah Mada, Destha Titi Raharjana, mengatakan tradisi mudik mampu memberikan dampak multiplier effect bagi perekonomian yang menjadi daerah tujuan mudik. Sebab setiap pemudik adalah wisatawan yang akan berkesempatan mengunjungi destinasi wisata dan membelanjakan uangnya sepanjang perjalanan sehingga membangkitkan kegiatan usaha UMKM. “Kegiatan mudik lebaran bisa meningkatkan sektor pariwisata. Selain tujuannya pulang kembali ke kampung halaman, para pemudik yang berkesempatan melihat daya tarik wisata  sehingga bisa menambah pendapatan masyarakat sekitar,” kata Destha dalam Sekolah Wartawan yang bertajuk Fenomena Mudik dan dampak bagi Sektor Pariwisata, Kamis (28/3), di ruang Fortakgama UGM.

Selain menambah pendapatan asli daerah lewat tiket masuk wisata dan parkir, arus mudik juga dapat meningkatkan belanja masyarakat dan konsumsi rumah tangga. Oleh karena itu, pemerintah bersama penyedia jasa serta pelaku wisata memastikan tumbuhnya ekosistem pariwisata yang nyaman bagi pengunjung dalam rangka mewujudkan destinasi wisata yang bertanggung jawab.  “Pelaku usaha jasa wisata harus mampu melayani secara proporsional, jangan sampai merusak citra wisata hanya karena menaikkan harga dengan alasan aji mumpung atau memberikan layanan yang kurang baik,” paparnya.

Menurutnya perlu dihindari hal-hal yang membuat perlakuan yang tidak nyaman pada wisatawan. Penting bagi kelompok sadar wisata untuk menjaga citra lokasi wisata dengan baik. “Saya kira penyedia jasa dan pemudik perlu menyiapkan segala hal secara saksama agar mendapatkan layanan yang memadai tidak sampai menimbulkan kekecewaan,” tegasnya.

Seperti diketahui, hasil survei dari Kementerian Perhubungan bahwa Puncak arus mudik akan terjadi pada 5-7 April dan arus balik terjadi pada 14-15 April. Adapun tiga provinsi yang paling banyak jadi tujuan utama mudik lebaran adalah Provinsi Jawa Tengah sebanyak 31,8 %, Jawa Timur  19,4 %, dan Jawa Barat 16,6 %.

Sementara di DIY, menurut dari Dinas Perhubungan DIY diperkirakan jumlah pemudik yang masuk ke DIY sebanyak 6,5 juta pemudik. Selain itu, arus mudik dan jumlah wisatawan di masa libur lebaran diprediksi akan meningkat dibanding tahun sebelumnya apalagi tol Jogja-Solo dioperasikan secara fungsional pada mudik lebaran tahun ini.

Namun yang menjadi persoalan menurut Destha adalah pengelolaan sampah yang dihasilkan selama masa mudik berlangsung yang perlu diantisipasi oleh Dinas Lingkungan Hidup DIY agar sampah tidak menumpuk di bak penampungan atau berserakan di area ruang publik. Belum lagi sampah dan limbah dari industri perhotelan dan restoran. “Jangan sampai ruang publik yang menjadi kumuh karena sampah,” katanya.

Diskusi Terpumpun Pemetaan Kebutuhan Pelatihan dan Potensi Desa Pada Kegiatan Kampanye Sadar Wisata 5.0 Tahun 2024

BeritaKegiatan Sunday, 10 March 2024

Kegiatan ini merupakan program yang dijalankan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/ Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI melalui Deputi Bidang Sumber Daya dan Kelembagaan c.q. Direktorat Pengembangan SDM Pariwisata. Diskusi terpumpun ini dilakukan di tiga desa wisata yakni pada 8 Maret 2024 di Desa Wisata Buwun Sejati, Lombok Barat, 9 Maret  2024 di Desa Wisata Bonjeruk, Lombok Tengah dan 10 Maret 2024 di Desa Wisata Mertak, Lombok Tengah.

Dr. Destha Titi Raharjana, M.Si. sebagai peneliti di Pusat Studi Pariwisata UGM diundang sebagai narasumber dalam Diskusi Terpumpun. Adapun selaku narasumber bertugas menjelaskan tujuan kegiatan dan tahapan KSW 5.0; melakukan pemetaan awal kondisi eksisting desa wisata melalui 7 aspek: kelembagaan, kunjungan wisatawan, paket wisata, home stay, UMKM, pemasaran, dan kemitraan.  Menceritakan kisah sukses desa-desa peserta KSW 5.0 tahun 2023 dan menjelaskan factor-faktor yang menjadi kunci suksesnya; menjelaskan pentingnya komitmen pimpinan desa, dan keharmonisan antar lembaga desa dalam menjamin keberhasilan program KSW 5.0.; mengkonfirmasi data desa yang telah diisi sebelumnya oleh pihak desa; menentukan kebutuhan pelatihan untuk desa dengan metode Training Needs Analysis; menjelaskan peran local champion dalam implementasi program serta menjelaskan tahapan kegiatan selanjutnya.

Tahap FGD ini merupakan tahap awal yang selanjutnya dilanjutkan pada bulan April—Mei 2024 dilaksanakan pelatihan, bulan Mei—Juli 2024 diberikan pendampingan secara berturut-turut. Selanjutnya, di bulan Agustus 2024 dilaksanakan forum kolaborasi Pentahelix dengan desa wisata, dan terakhir pada bulan Agustus 2024 akan dilihat dampak penerapan dari KSW 5.0 pada tahun 2024.

Optimisme Pariwisata Indonesia di Tahun 2024

BeritaKegiatan Monday, 15 January 2024

Menilik capaian kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) pada tahun 2023 tampaknya pariwisata di tahun 2024 memberi harapan yang menjanjikan. Kunjungan wisman tahun 2023 dengan target 8,5 juta, ternyata terlampaui dengan capaian 9,49 juta wisatawan, padahal Indonesia baru saja keluar dari krisis akibat pandemi Covid-19.

Rasanya belum hilang dari ingatan, semua pelaku wisata merasakan adanya dampak yang luar biasa akibat adanya pandemi Covid-19. Harus diakui, sektor perekonomian yang disandarkan pada sektor jasa ini mengalami kontraksi.

Lesunya perekonomian di sektor pariwisata tentu saja berimbas pada pemutusan hubungan kerja, perubahan profesi hingga beberapa mengalami gulung tikar usaha di sektor ini. Meski di sisi lain telah banyak program penguatan dan pemulihan ekonomi nasional yang digelontorkan pemerintah untuk menyelamatkan industri pariwisata yang dinilai sebagai salah satu pendulang devisa bagi negara dan PAD.

Dr. Destha Titi Raharjana, S.Sos,.M.Si, peneliti Pusat Studi Pariwisata UGM sekaligus pegiat pariwisata kerakyatan di Desa Wisata Institute Yogyakarta, berpandangan di balik semua peristiwa tersebut terdapat pembelajaran penting yang bisa dipetik. Pandemi Covid-19, dinilainya juga mampu memunculkan peluang baru seiring adanya perubahan.

Peluang dan inovasi dipaksa muncul seiring perubahan preferensi berwisata pasca pandemi. Suka tidak suka, terobosan inovasi harus dijalankan oleh segenap pemangku kepentingan agar mampu bertahan dan mengikuti perkembangan yang terjadi.

“Dapat dicontohkan, sektor akomodasi harus mampu memberikan layanan lebih tidak semata menawarkan kamar (room), namun lebih dari itu menjadi model wisata staycation ataupun work from anywhere, termasuk bekerja dari hotel memungkinkan untuk dijalankan. Pemanfaatan teknologi digital semakin menjadi kebutuhan yang tidak dapat dihindari,” katanya di Kampus UGM, Senin (15/1).

Memasuki 2024, yang disimbolkan dengan tahun Naga, Destha berharap di tahun yang baru ini mampu mendorong kebangkitan sekaligus semakin memulihkan sektor pariwisata di tanah air. Kesiapan dan dukungan ekosistem pariwisata di Indonesia semakin diharapkan lebih riil dapat diwujudkan.

Oleh karena itu, semangat berkolaborasi antar pemangku kepentingan membangun pariwisata yang berkelanjutan menjadi sebuah keharusan yang harus dilakukan.  Sektor pariwisata di tahun 2024 dinilai memberi optimisme baru dengan menguatnya berbagai peluang di tahun Naga. Sektor pariwisata di tahun ini diharapkan mampu hadir untuk benar-benar menjadi pengungkit dan pemberi nilai tambah bagi sektor lainnya di sebuah destinasi.

“Keragaman pesona alam serta atraksi budaya yang tersebar di Nusantara diharapkan mampu tampil secara lebih berkarakter. Untuk itu pendekatan pembangunan sektor pariwisata yang perlu dikedepankan harus dilakukan secara inclusive, berkelanjutan, dan berkualitas, quality tourism,” jelasnya.

Destha menuturkan orientasi mewujudkan pariwisata berkualitas tidak lain sebagai proses dari perubahan tren pariwisata yang terus berjalan. Semua pihak harus lebih peduli dan perhatian dengan aspek peningkatan preferensi keberlanjutan, menghindari kerumunan, dan lebih menitikberatkan pada interaksi dengan budaya dan komunitas lokal.

Pariwisata berkualitas dinilainya sebagai pariwisata yang mencakup aspek peningkatan nilai tambah pariwisata, pengalaman wisatawan secara total, dan mendorong tindakan perbaikan daya dukung lingkungan. Persoalannya, bagaimana kesiapan segenap pihak untuk mewujudkannya? Sementara, berbagai pandangan para ahli mengerucut selera wisatawan di 2024 lebih memilih bentuk-bentuk pariwisata ramah lingkungan.

“Seiring fenomena perubahan iklim yang terus terjadi tentunya mendorong kesiapan pengelola wisata untuk lebih mampu menyakinkan adanya praktek-praktek baik dalam pengelolaan lingkungan di destinasi termasuk di desa-desa wisata yang diharapkan mampu menjadi pengungkit perekonomian dan meningkatkan apresiasi budaya,” ucapnya.

Dalam pandangan Destha minat terhadap pengalaman budaya di lokasi yang dikunjungi akan menjadi aktivitas yang kelak masih diminati wisatawan. Apalagi Indonesia banyak menawarkan beraneka ragam kebudayaan yang sekiranya mampu dikemas guna menguatkan karakter atau identitas budaya sebagai pendukung kebangkitan sektor pariwisata.

“Tren untuk mendapatkan kebugaran di kala perjalanan wisata nampaknya juga semakin dicari. Lewat konsep wellness tourism, Indonesia adalah gudangnya,” terangnya.

Pemanfaatan sumber daya lokal, misalnya rempah-rempah dapat dikembangkan sebagai pelengkap bagi kegiatan pariwisata budaya. Terlebih Jamu sebagai identitas bangsa Indonesia pun sudah diakui Unesco sebagai minuman warisan budaya tak benda yang menjadi penguat karakter herbal di tanah air.

Destha berpendapat keragaman fasilitas pendukung yang terus berkembang dalam beberapa tahun terakhir seperti hotel dan restoran yang tersebar di beberapa destinasi utama berpeluang mengemas tren yang mengarah pada kegiatan business dan leisure, atau disingkat menjadi Bleisure. Berbagai fasilitas yang terus berkembang tersebut tentunya akan semakin mendukung peningkatan perekonomian pariwisata di Indonesia.

“Tidak kalah pentingnya, aspek digitalisasi, khususnya yang menyasar wisatawan generasi Z, yang lebih percaya dengan media sosial.  Tentu saja pada akhirnya peluang dan tuntutan atas selera wisatawan perlu dijawab dengan kesiapan ekosistem pendukung sektor kepariwisataan agar daya saing kita semakin lebih baik,” imbuhnya.

 

123456…8

Recent Posts

  • Mengangkat Pesona Berau: Puspar UGM Rancang Strategi Pemasaran Pariwisata
  • Lestarikan Kebudayaan: Puspar UGM Rancang Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Barito Timur
  • Kolaborasi Mewujudkan Pariwisata Berkelas Dunia: Puspar UGM dan Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumbawa Barat Susun Ripparkab Tahun 2025-2045
  • Puspar UGM Kaji Strategi Pengembangan Pemasaran Pariwisata Kabupaten Berau
  • Puspar UGM Lakukan Presentasi Pendahuluan Penyusunan Ripparkab Nganjuk
Universitas Gadjah Mada

Pusat Studi Pariwisata
Universitas Gadjah Mada

Kompleks Bulaksumur D-8, Yogyakarta,
55281 Indonesia

Email: ps.pariwisata@ugm.ac.id
Telp/Fax : (+62) 274 564-138

WhatsApp : +62 87829709745

© Puspar, Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY