Menilik capaian kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) pada tahun 2023 tampaknya pariwisata di tahun 2024 memberi harapan yang menjanjikan. Kunjungan wisman tahun 2023 dengan target 8,5 juta, ternyata terlampaui dengan capaian 9,49 juta wisatawan, padahal Indonesia baru saja keluar dari krisis akibat pandemi Covid-19.
Rasanya belum hilang dari ingatan, semua pelaku wisata merasakan adanya dampak yang luar biasa akibat adanya pandemi Covid-19. Harus diakui, sektor perekonomian yang disandarkan pada sektor jasa ini mengalami kontraksi.
Lesunya perekonomian di sektor pariwisata tentu saja berimbas pada pemutusan hubungan kerja, perubahan profesi hingga beberapa mengalami gulung tikar usaha di sektor ini. Meski di sisi lain telah banyak program penguatan dan pemulihan ekonomi nasional yang digelontorkan pemerintah untuk menyelamatkan industri pariwisata yang dinilai sebagai salah satu pendulang devisa bagi negara dan PAD.
Dr. Destha Titi Raharjana, S.Sos,.M.Si, peneliti Pusat Studi Pariwisata UGM sekaligus pegiat pariwisata kerakyatan di Desa Wisata Institute Yogyakarta, berpandangan di balik semua peristiwa tersebut terdapat pembelajaran penting yang bisa dipetik. Pandemi Covid-19, dinilainya juga mampu memunculkan peluang baru seiring adanya perubahan.
Peluang dan inovasi dipaksa muncul seiring perubahan preferensi berwisata pasca pandemi. Suka tidak suka, terobosan inovasi harus dijalankan oleh segenap pemangku kepentingan agar mampu bertahan dan mengikuti perkembangan yang terjadi.
“Dapat dicontohkan, sektor akomodasi harus mampu memberikan layanan lebih tidak semata menawarkan kamar (room), namun lebih dari itu menjadi model wisata staycation ataupun work from anywhere, termasuk bekerja dari hotel memungkinkan untuk dijalankan. Pemanfaatan teknologi digital semakin menjadi kebutuhan yang tidak dapat dihindari,” katanya di Kampus UGM, Senin (15/1).
Memasuki 2024, yang disimbolkan dengan tahun Naga, Destha berharap di tahun yang baru ini mampu mendorong kebangkitan sekaligus semakin memulihkan sektor pariwisata di tanah air. Kesiapan dan dukungan ekosistem pariwisata di Indonesia semakin diharapkan lebih riil dapat diwujudkan.
Oleh karena itu, semangat berkolaborasi antar pemangku kepentingan membangun pariwisata yang berkelanjutan menjadi sebuah keharusan yang harus dilakukan. Sektor pariwisata di tahun 2024 dinilai memberi optimisme baru dengan menguatnya berbagai peluang di tahun Naga. Sektor pariwisata di tahun ini diharapkan mampu hadir untuk benar-benar menjadi pengungkit dan pemberi nilai tambah bagi sektor lainnya di sebuah destinasi.
“Keragaman pesona alam serta atraksi budaya yang tersebar di Nusantara diharapkan mampu tampil secara lebih berkarakter. Untuk itu pendekatan pembangunan sektor pariwisata yang perlu dikedepankan harus dilakukan secara inclusive, berkelanjutan, dan berkualitas, quality tourism,” jelasnya.
Destha menuturkan orientasi mewujudkan pariwisata berkualitas tidak lain sebagai proses dari perubahan tren pariwisata yang terus berjalan. Semua pihak harus lebih peduli dan perhatian dengan aspek peningkatan preferensi keberlanjutan, menghindari kerumunan, dan lebih menitikberatkan pada interaksi dengan budaya dan komunitas lokal.
Pariwisata berkualitas dinilainya sebagai pariwisata yang mencakup aspek peningkatan nilai tambah pariwisata, pengalaman wisatawan secara total, dan mendorong tindakan perbaikan daya dukung lingkungan. Persoalannya, bagaimana kesiapan segenap pihak untuk mewujudkannya? Sementara, berbagai pandangan para ahli mengerucut selera wisatawan di 2024 lebih memilih bentuk-bentuk pariwisata ramah lingkungan.
“Seiring fenomena perubahan iklim yang terus terjadi tentunya mendorong kesiapan pengelola wisata untuk lebih mampu menyakinkan adanya praktek-praktek baik dalam pengelolaan lingkungan di destinasi termasuk di desa-desa wisata yang diharapkan mampu menjadi pengungkit perekonomian dan meningkatkan apresiasi budaya,” ucapnya.
Dalam pandangan Destha minat terhadap pengalaman budaya di lokasi yang dikunjungi akan menjadi aktivitas yang kelak masih diminati wisatawan. Apalagi Indonesia banyak menawarkan beraneka ragam kebudayaan yang sekiranya mampu dikemas guna menguatkan karakter atau identitas budaya sebagai pendukung kebangkitan sektor pariwisata.
“Tren untuk mendapatkan kebugaran di kala perjalanan wisata nampaknya juga semakin dicari. Lewat konsep wellness tourism, Indonesia adalah gudangnya,” terangnya.
Pemanfaatan sumber daya lokal, misalnya rempah-rempah dapat dikembangkan sebagai pelengkap bagi kegiatan pariwisata budaya. Terlebih Jamu sebagai identitas bangsa Indonesia pun sudah diakui Unesco sebagai minuman warisan budaya tak benda yang menjadi penguat karakter herbal di tanah air.
Destha berpendapat keragaman fasilitas pendukung yang terus berkembang dalam beberapa tahun terakhir seperti hotel dan restoran yang tersebar di beberapa destinasi utama berpeluang mengemas tren yang mengarah pada kegiatan business dan leisure, atau disingkat menjadi Bleisure. Berbagai fasilitas yang terus berkembang tersebut tentunya akan semakin mendukung peningkatan perekonomian pariwisata di Indonesia.
“Tidak kalah pentingnya, aspek digitalisasi, khususnya yang menyasar wisatawan generasi Z, yang lebih percaya dengan media sosial. Tentu saja pada akhirnya peluang dan tuntutan atas selera wisatawan perlu dijawab dengan kesiapan ekosistem pendukung sektor kepariwisataan agar daya saing kita semakin lebih baik,” imbuhnya.