• About UGM
  • Academic Portal
  • IT Center
  • Library
  • Research
  • Webmail
Universitas Gadjah Mada Pusat Studi Pariwisata
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • Tentang PUSPAR
    •  Visi & Misi
    •  Struktur Organisasi
    • Tenaga Ahli
    •  Keahlian
  • Kegiatan
    • Studi/Penelitian
    • Publikasi
    • Pelatihan
    • Seminar
    • Berita
  • Perpustakaan
  • JURNAL NASIONAL PARIWISATA
  • Beranda
  • Kegiatan
  • Berita
Arsip:

Berita

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Perlu Kembangkan Wisata Weekdays

BeritaKegiatan Saturday, 5 April 2025

DIY dianggap cukup kuat menjadi tujuan destinasi wisata saat libur akhir pekan serta long weekend. Namun DIY masih perlu mengembangkan wisata yang mampu menyerap wisatawan pada weekdays atau hari kerja.

Hal ini disampaikan oleh Peneliti Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM, Dr. Destha Titi Raharjana, S.Sos., M.Si. mendorong pemerintah dan juga masyarakat di DIY, untuk tidak hanya mengandalkan kunjungan wisata selama weekend atau long weekend. Tantangan ke depannya, lanjutnya, terkait DIY dalam mengupayakan weekdays tourism.

“Saya melihat, salah satu satu strategi mendatangkan wisatawan dapat dijalankan dengan pengembangan wisata weekdays. Diharapkan wisata model ini menjadi strategi tersendiri bagi DIY, dengan didukung inovasi paket dan produk wisata yang memiliki nilai-nilai minat khusus (special interest) dengan segmen wisatawan kelompok sosial tertentu pula,”

DIY juga masih perlu menguatan ekosistem pariwisata. Dr. Destha titi Raharjana menyatakan perlu adanya dukungan kebijakan serta anggaran yang proposional. Hal ini terutama apabila DIY ingin serius menjadikan sektor pariwisata sebagai engine economics atau mesin ekonomi.

Selain itu, masyarakat juga perlu berperan aktif menjadi tuan rumah yang baik. Hal itu menjadi suatu kewajiban, mengingat banyak aspek yang perlu dibenahi agar strategi pengembangan wisata DIY bisa lebih berdampak positif. Dalam menyambut libur Idulfitri misalnya, terdapat titik-titik kepadatan kendaraan hingga dampak timbunan sampah. Ada pula tantangan belum meratanya kunjungan wisatawan di wilayah DIY.

“Terbatasnya inovasi daya tarik wisata, banyaknya wisatawan [yang] masuk ke Jogja, namun belum diikuti dengan daya beli yang tinggi, adalah hal-hal yang masih perlu dievaluasi oleh segenap pihak,” .

Puspar UGM Prediksi Sektor Kuliner hingga Budaya Akan Banyak Diminati Wisatawan Saat Liburan

BeritaKegiatan Tuesday, 25 March 2025

Peneliti Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM, Dr. Destha Titi Raharjana, S.Sos., M.Si., menyampaikan bahwa para wisatawan yang datang ke DIY harus disambut maksimal oleh para pelaku industri wisata secara keseluruhan. Ia berpandangan, pada momen libur lebaran nanti akan cukup merata kategori wisata yang akan dikunjungi. Sebab, DIY sendiri memiliki daya tarik dan pilihan wisata yang beragam. Prediksi top 4 destinasi wisata yang menjadi sasaran wisatawan di Yogyakarta adalah Malioboro, Titik Nol Jogja, Keraton dan Tamansari. Kuliner jelas menjadi pilihan wisata yang akan masif dikunjungi. Beragam pilihan kuliner yang memanjakan lidah dengan berbagai skala harga menarik pengunjung untuk mencicipinya. Sementara itu, beberapa pilihan wisata kategori budaya meliputi kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta, museum atau tempat-tempat heritage, hingga kawasan desa wisata yang punya potensi dan keunikan masing-masing.

Dr. Destha Titi Raharjana memaparkan, pada libur Lebaran mendatang, demografi wisatawan secara garis besar akan didominasi oleh segmen keluarga. Dengan prediksi, kategori pilihan wisata mereka meliputi sektor budaya dan kuliner yang akan cukup masif dikunjungi. Sementara beberapa kategori budaya meliputi kawasan sumbu filosofi Jogja, museum atau tempat-tempat heritage, hingga kawasan desa wisata yang punya potensi dan keunikan masing-masing. “Desa wisata jadi salah satu yang menjadi pilihan healing sekaligus ada unsur edukasi dan budaya di dalamnya,” paparnya.

Ia mencontohkan, ada salah satu desa wisata di Bantul yang akan menjamu tamu asing di awal Lebaran nanti. Mereka akan belajar membuat jamu. Lokasinya di KWT Puspa Gemari, Kedaton, Desa Wisata Pleret. Kunjungan wisata ke wilayah Pegunungan Menoreh yang menawarkan pesona alam dan perkebunan teh, diperkirakan juga akan mengalami lonjakan wisatawan.

Pihak desa, pengelola dan penyedia jasa harus dapat mengondisikan kegiatan yang dilangsungkan. Ini agar dapat berjalan lancar dan menyenangkan sekaligus menyehatkan bagi wisatawan. Selain itu, berbagai inovasi atraksi dan aktivitas wisata yang sudah dikembangkan pemerintah atau pengelola wisata, dinilainya juga mampu menggugah wisatawan luar Jogja untuk datang dan menikmati pengalaman berwisata.

Selain itu, berbagai inovasi atraksi dan aktivitas wisata yang sudah dikembangkan pemerintah atau pengelola wisata, dinilainya juga mampu menggugah wisatawan luar Jogja untuk datang dan menikmati pengalaman berwisata. Seperti beberapa lokasi wisata yang menawarkan pesona alam seperti di area pantai Gunungkidul, area goa bawah tanah seperti Goa Pindul, Kali Suci dan lainnya. Hingga ke area Gunungapi Purba di Nglanggeran. Belum lagi lokasi wisata di wilayah Bantul seperti Pantai Parangtritis yang dinilai masih menjadi magnet mengundang wisatawan. Lebaran yang momentumnya bersamaan musim hujan, ada sedikit memengaruhi pilihan wisatawan untuk datang ke pantai.

Puspar UGM Selenggarakan Rapat Kerja 2025

BeritaKegiatan Wednesday, 5 February 2025

Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM menyelenggarakan Rapat Kerja 2025 pada selasa, 4 Februari 2025. Rapat ini dihadiri oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Alumni UGM, Dr. Arie Sujito, S.Sos., M.Si, Tenaga Ahli dan seluruh pegawai Puspar UGM. Acara dibuka dengan sambutan dari Kepala Puspar UGM Dr. M. Yusuf, M.A., sekaligus menyampaikan paparan capaian kinerja 2024 dan program kerja 2025.

Rangkaian acara dilanjutkan dengan diskusi dan mendengarkan usulan dari para tenaga ahli untuk terobosan program kerja 2025.

Dengan semangat kolaborasi, Puspar UGM terus memberikan kontribusi terbaik dalam kepariwisataan.

Kembangkan Kawasan Terban Sebagai Kampung Wisata Budaya

BeritaKegiatan Monday, 3 February 2025

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang menjadi tujuan wisata yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan selain Bali, Lombok, dan daerah lainnya. Untuk meningkatkan daya tarik wisatawan yang datang ke Yogyakarta, sebanyak 25 kampung wisata yang sudan terbentuk di Kota Yogyakarta. Kampung wisata ini diharapkan menjadi salah satu alternatif destinasi yang menjadi pilihan bagi wisatawan untuk menikmati wisata berbasis budaya.

Peneliti Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM, Dr. Destha Titi Raharjana menjadi narasumber dalam kegiatan FGD Peningkatan Kapasitas Pengurus Pokdarwis dan Strategi Pengembangan Kampung Wisata yang diselenggarakan oleh mahasiswa KKN-PPM UGM Unit YO-175.  Kelurahan Terban Kota Yogyakarta merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi untuk pengembangan kampung wisata berbasis budaya. Menurutnya, sepanjang  jalan Cik Di Tiro, Yogyakarta yang tersambung dengan daerah Kota Baru bisa menjadi storyline yang menarik untuk dikemas sebagai paket wisata. “Mencermati berbagai potensi sejarah yang bisa diungkit membuka peluang sekaligus memberikan nilai tambah bagi kepariwisataan,” kata Destha dalam keterangan yang dikirim ke wartawan, Senin (3/2)

Destha menaruh harapan besar terhadap kawasan Terban menjadi kawasan wisata sejarah. Terlebih setelah penetapan Terban sebagai Kelurahan Budaya tentunya bisa menjadi modal untuk menguatkan identitas budaya di wilayah Terban. Ia menyebutkan, berbagai budaya yang masih dilestarikan hingga saat ini di kawasan Terban, diantaranya Ruwahan, Rejeban, Saparan dan Merti Belik. “Semua itu penting untuk diidentifikasi dan dikemas sebagai produk budaya yang dapat diangkat sebagai kalender event di Kelurahan Terban”, terangnya

Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Pariwisata, Pemerintah Kota Yogyakarta, Husni Eko Prabowo mengatakan pihaknya turut mendorong pengembangan sumber daya pariwisata di Kelurahan Terban. Untuk wilayah Kemantren Gondokusuman, ujarnya, hingga saat ini baru ada 1 kampung wisata yang berlokasi di Baciro. Ia berkomitmen turut membantu kanalisasi ide masyarakat terhadap pengembangan wisata. “Tidak semata hanya menambah jumlah kampung wisata. Yang terpenting bagi kami, adalah menguatkan komitmen warga setempat. Terlebih setelah terbentuk nanti lantas bagaimana? Kami tahu di Terban sudah ada Pokdarwis. Untuk itu, mari bersama Pokdarwis pihak kelurahan dapat mendorong adanya local champion guna mengawal serius pengembangan Terban sebagai kampung wisata,” jelasnya.

Diandra, selaku salah satu anggota tim KKN-PPM UGM Unit YO-175 melakukan yang tengah melakukan kegiatan pengabdian dengan mengusung program besar berupa Terban Sadar Wisata: Pengembangan Mandiri Pariwisata Kelurahan mengatakan pihaknya melakukan program kerja dalam rangka mendukung pengembangan sektor pariwisata berbasis ekonomi kreatif. “Kelurahan Terban yang memiliki ragam potensi sejarah menarik untuk digali dan diperkenalkan kepada generasi saat ini,” katanya.

Untuk meningkatkan pengembangan pariwisata, kata Diandra, mahasiswa KKN UGM berhasil menyusun buku profil pariwisata yang diharapkan menjadi rujukan dalam pembangunan potensi pariwisata. “Kita berharap apa yang sudah kita lakukan bisa menjadi landasan bagi pengembangan sektor pariwisata Kelurahan Terban, termasuk penguatan kelembagaan wadah kolaboratif yang sudah ada,” katanya.

Diandra berharap seluruh program yang dilaksanakan oleh mahasiswa KKN bisa dilanjutkan dengan inisiatif warga dan bisa semakin dikembangkan oleh Tim KKN berikutnya.

Lurah Terban, Sigit Kusuma Atmaja membeberkan keberadaan bangunan bersejarah yang masih dijumpai di Terban. Bangunan-bangunan tersebut, menurutnya, menarik untuk diangkat cerita sejarahnya. Sigit mencontohkan keberadaan Kantor Pos Polisi yang terletak di utara Gramedia. Kantor ini, disebutnya, dulu sebagai markas besar TNI Angkatan Darat. “Bangunan eks rumah Haji Salim ini, kini beralih fungsi sebagai restoran Bumbu Desa”, ungkapnya.

Ia mengaku pernah mendapat kunjungan KSAL yang ingin tahu sejarah Angkatan Laut. Menurut beberapa sumber menyatakan markas besar AL dahulu juga berada di Terban. Hotel Galuh, yang berada di timur SMA 9, dulunya adalah Rumah Sakit Angkatan Laut.

Bappenas di tahun 2024 juga melakukan hal yang sama. Mereka menurunkan tim untuk meneliti cikal bakal pembentukan Dewan Ekonomi Negara. “Bangunan Panti Rekso Putro, ada yang menyebut dahulu sebagai lokasi cikal bakal Bappenas. Rumah sakit mata Dr Yap merupakan rumah sakit mata tercanggih dan menjadi rujukan rumah sakit mata dari berbagai wilayah, termasuk dari luar negeri”, ujarnya.

Sigit menambahkan masyarakat Terban sudah memetakan berbagai rencana strategis terkait pengembangan pariwisata di wilayahnya. Mulai wisata berbasis edukasi yang dikemas dalam kekayaan warisan sejarah Terban hingga potensi promosi digital wisata kuliner di Kelurahan Terban.“Kita punya banyak potensi. Bukan hanya pengembangan objek wisata, tetapi Terban memiliki banyak anak muda yang sudah mendapatkan kesempatan magang hospitality supaya masyarakat ada peningkatan keahlian,” ungkap Sigit.

Sarasehan Optimalisasi Potensi Ekraf dalam Mendukung Sektor Pariwisata di Kecamatan Taman, Kota Madiun

BeritaKegiatan Tuesday, 28 January 2025

Peneliti Puspar UGM Dr. Destha Titi Raharja, S.Sos., M.Si  menjadi pembicara dalam acara Sarasehan Optimalisasi Potensi Ekraf dalam Mendukung Sektor Pariwisata di Kecamatan Taman, Kota Madiun. Kegiatan ini di selenggarakan oleh Mahasiswa KKN PPM UGM yang melaksanakan pengabdian di Kecamatan Taman, Kota Madiun. Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Gadjah Mada (UGM) Periode 4 tahun 2024 di Kecamatan Taman dengan mengusung program besar berupa Pengembangan Desa Kawasan Wisata dalam Peningkatan Perekonomian Masyarakat di Kecamatan Taman, Kota Madiun.

Sarasehan mendapat dukungan dari Pemerintah Kecamatan Taman dan Bappelitbangda Kota Madiun. Hadir dalam Sarasehan ini perwakilan dari Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Kota Madiun, Dinas Kebudayaan Pariwisata Kepemudaan dan Olah Raga Kota Madiun, Dinas Perdagangan Kota Madiun, Dinas Tenaga Kerja Kota Madiun, dan Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Madiun, dan para lurah serta perwakilan pelaku usaha ekonomi kreatif dari seluruh kelurahan di Kecamatan Taman.

Destha Titi Raharjana, selaku peneliti senior di Pusat Studi Pariwisata UGM menyampaikan soal urgensi pengembangan sektor ekraf melalui identifikasi gambaran dan peluang untuk kemudian merumuskan rekomendasi strategis mengenai penguatan ekosistem ekraf di Kecamatan Taman, Kota Madiun. Menurutnya pengalaman selama ini bisa dijadikan fondasi bagi Kecamatan taman dalam pengembangan kawasan wisata.

Pengalaman wisata yang menjadi identitas suatu daerah dapat dicapai melalui kolaborasi antar elemen penggerak pariwisata di suatu daerah. Para penggerak pariwisata bisa menciptakan pengalaman unik secara bersama sebagai nilai jual wisata di Kecamatan Taman.“Ciptakan ambience, atmosfir, yang membuat sense dari Kota Madiun itu berbeda, tidak sama dengan yang lain, karena tourism is different,” paparnya.

Bagi Destha, destinasi yang kreatif akan mampu membawa pada persaingan. Karena dalam pengembangan pariwisata dituntut kemampuan baik dari aspek pengetahuan dan kreativitas.

Bahkan, ia membayangkan pengembangan pariwisata kedepan mengarah pada model wisata berbasis kreativitas. Hal ini sejalan dengan perkembangan ekonomi yang dinilai telah bergeser menuju era ekonomi kreatif. “Pemerintah Kota Madiun pun telah menerbitkan Perda No 11/2024 tentang pengembangan Ekonomi Kreatif. Kata kunci dari ekraf adalah ide, kreativitas. Karena yang dicari dalam pengembangan ekraf adalah eksplorasi, presentasi, dan pengemasan. Pengemasan dapat dilakukan secara tematik berbasis kluster melalui pendekatan kawasan,” paparnya.

Sarasehan yang digelar mahasiswa KKN mendapat sambutan Masyarakat. Mereka sangat antusias mengikuti kegiatan, terutama para pelaku ekraf dari sembilan kelurahan di Kecamatan Taman. Bahkan mereka secara terbuka berbagi cerita mengenai capaian pengembangan kreasi ekraf yang ditekuni selama ini dan harapannya  untuk kedepan terkait pemasaran produk.

Destha menaruh harapan bila sarasehan bisa menjadi titik awal yang baik untuk pertumbuhan ekraf dalam mendukung akselerasi sektor pariwisata. Semangat berkreasi dan perluasan pasar produk ekraf oleh para pelaku usaha diharapkan menjadi perhatian dan tindaklanjut pendampingan oleh OPD terkait.

“Pengembangan ekonomi kreatif sebagai salah satu bagian dari titik awal pertumbuhan pariwisata di suatu daerah memerlukan suatu wadah, yaitu Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Pembentukan Pokdarwis ini tidak lepas dari identifikasi local champion sebagai tokoh penggerak”, katanya.

Dari sesi sharing dalam sarasehan ini, disimpulkan tingginya semangat pelaku ekraf dari tiap kelurahan di Kecamatan Taman dinilai positif. Optimalisasi fungsi Pokdarwis sebagai lembaga kepariwisataan yang digerakkan oleh inisiatif masyarakat dan penggiat pariwisata diharapkan menjadi wadah untuk akselerasi ekraf.

Yusuf Asmadi selaku Camat Taman sungguh senang dengan respon positif dari perwakilan Bappelitbangda dan para pelaku pariwisata. Ia menyambut baik dan mengapresiasi penyelenggaraan sarasehan yang diselenggarakan mahasiswa KKN PPM UGM.

“Terima kasih pada pihak-pihak atas terselenggaranya kegiatan Sarasehan sebagai salah satu program kerja KKN UGM. Empat kelurahan di Kecamatan Taman yang menjadi lokus KKN yaitu Manisrejo, Pandean, Banjarejo, dan Mojorejo kita harapkan menjadi pemicu wisata yang terkoneksi di Kecamatan Taman. Segera kita akan wujudkan dan semua kelurahan di Kecamatan Taman akan terhubung dalam satu paket wisata,” ujarnya.

Febri selaku penanggungjawab program kerja Sarasehan Parekraf mengungkapkan pengembangan ekonomi kreatif menjadi komponen penting pembangunan pariwisata. Urgensinya pengembangan ekonomi kreatif ini adalah pemberdayaan para pelaku usaha, dan ia menjadi pilar praktis dalam pengembangan wisata berupa “something to buy”. “Tentu bukan sekedar membeli suatu produk, melainkan bagaimana para wisatawan atau pengunjung juga membeli pengalaman. Hal ini tentu linear dengan tujuan besar Kecamatan Taman dalam pengembangan sektor pariwisata”, ucapnya.

Iapun menambahkan tidak hanya tema besar pariwisata, para mahasiswa KKN PPM UGM di kota Madiun juga melakukan berbagai kegiatan pendampingan untuk Masyarakat. Diantaranya pendampingan bidang pendidikan, UMKM dan lain-lain.

Prediksi Tren Pariwisata DIY Tahun 2025

BeritaKegiatan Tuesday, 7 January 2025

Peneliti Pusat Studi Pariwisata (Puspar) Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Destha Titi Raharjana mengatakan tren pariwisata DIY pada 2025 akan mengarah ke cultural immersion atau pengalaman budaya yang mendalam, health and wellness tourism, dan ecotourism atau wisata ramah lingkungan.

Kemudian aktivitas luar ruangan dan petualangan, liburan di tempat yang sejuk, serta digital nomad friendly destinations, artinya wisatawan sembari liburan tetap bisa bekerja dari jarak jauh. Menurutnya peluang untuk merespon tren pariwisata ini menjadi sebuah keniscayaan bagi DIY. “Jika mencermati perkembangan global dan nasional, tentu saja sektor kepariwisataan di DIY akan terpengaruh,” ucapnya.

Dr. Destha Titi Raharjana mengatakan setidaknya ada 7 aspek yang perlu digenjot tahun ini. Di antaranya ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten, tersertifikasi dan profesional dibidangnya. Dukungan layanan teknologi informasi yang lebih memadai. Layanan dan kemudahan akses menuju ke destinasi wisata. Kemudian, kesiapan dan penerimaan masyarakat di masing-masing daya tarik wisata. SDM pemandu wisata yang profesional. Kualitas layanan makan minum yang memenuhi standar kesehatan, kebersihan dan rasa bersaing. Dan kebenaran informasi dan garansi layanan yang diberikan sesuai dengan promosi yang ditawarkan.

Evaluasi Pariwisata DIY 2024

Perkembangan pariwisata DIY pada 2024 secara umum bergerak kearah yang lebih menggembirakan. Kedepan berpeluang untuk lebih dikembangkan, meski terdapat ancaman di dalamnya. Peluang besar tersebut seiring dengan adanya akses Yogyakarta International Airport (YIA) di Kulonprogo serta akses jalan tol yang tengah dibangun. Dipastikan akan semakin mendorong pergerakan wisatawan ke DIY dan sekitarnya. Sementara tantangannya adalah kesiapan dan inovasi produk wisata yang ditawarkan di wilayah DIY. Kualitasnya harus ditingkatkan lagi. Selain kenaikan kunjungan, hal lain yang perlu diperjuangkan lagi adalah menahan lama tinggal wisatawan atau length of stay. Dibutuhkan diversifikasi daya tarik wisata, inovasi layanan bagi wisatawan agar mereka semakin betah tinggal di Yogyakarta.

Pemerintah Provinsi DIY terus melakukan penataan fasilitas ruang publik, seperti di Malioboro, pengembangan daya tarik di Museum Vredeburg, dan inovasi yang dijalankan museum milik Keraton Yogyakarta. Diharapkan bisa menambah pengalaman baru bagi pengunjung. Lebih lanjut di outer ring road, bertumbuh wisata buatan milik swasta di pinggiran, seperti Sleman dan Gunungkidul. Ini bisa memecah konsentrasi wisatawan, sehingga tidak menumpuk di ring 1 Kota Jogja.Ketersediaan akses memudahkan wisatawan melakukan perjalanan lintas destinasi. Meskipun keterjangkauan dengan transportasi publik masih belum maksimal.

Pengembangan desa wisata berbasis masyarakat performanya sangat prima. Terbukti dengan masuknya 2 desa wisata dalam 50 besar anugerah desa wisata Indonesia 2024, yakni desa Jatimulyo di Kulonprogo dan desa wisata Krebet di Bantul. Kemudian ada dua desa wisata yang dinilai telah mampu menjalankan program desa wisata berkelanjutan sehingga menerima penghargaan sebagai desa wisata berkelanjutan dari Kementerian Pariwisata, yakni desa wisata Sambirejo, dan Kampung Wisata Rejowinangun. Ada juga pengakuan dunia lewat ajang Best Tourism Village versi PBB, yang diberikan kepada desa wisata Wukirsari, Bantul.

Banyaknya event dan festival di DIY menambah tawaran bagi wisatawan yang menjadwalkan berwisata ke DIY. Mulai dari event budaya, kesenian, otomotif, konferensi, music, ataupun sport tourism.

Catatan Tim Puspar UGM Ekspedisi ke Puruk Cahu-Murung Raya

BeritaKegiatan Tuesday, 17 September 2024

Perjalanan survei tim Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM dalam rangka penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten (Ripparkab) Murung Raya, dimulai. Survei ini merupakan bagian dari pemetaan potensi dan daya tarik wisata. Diawali pagi hari, Jumat, 6 September 2024 berkoordinasi di Kantor Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (DKOP) Kabupaten Murung Raya, diterima oleh Kepala DKOP, Kabid Pengembangan Destinasi dan jajaran berdiskusi sekilas tentang perkembangan pembangunan kepariwisataan dan tentunya membahas rencana kegiatan survei tim selama berada di wilayah Murung Raya. Setelah dirasa cukup, Tim Puspar UGM dan Tim DKOP memulai petualangan berbagi dua mobil Hilux 4WD, karena medan jalanan pedalaman yang membutuhkan kendaraan dengan spesifikasi tertentu. Medan yang menantang butuh kendaraan yang fit agar bisa naik turun bukit/gunung.

Objek pertama yang dikunjungi adalah Rumah Betang Bantian. Objek ini berada di Desa Tumbang Bantian Kecamatan Sungai Babuat. Objek ini dapat ditempuh sekitar 1,5 jam dari Kota Puruk Cahu. Kami diajak untuk mengenal lebih dekat rumah Betang yang diperkirakan dibangun pada tahun 1898. Situs yang telah berusia 126 tahun ini termasuk Bangunan Cagar Budaya (BCB) memiliki panjang 22,53 m dan lebar 13,5 m dengan jarak antara lantai dan tanah sekitar 2,58 m. Di dalam betang bagian tengah dapat dijumpai 5 patung berbahan kayu Ulin (Besi) yang disebut dengan Duran, yang merupakan simbol dari pelaksanaan ritual Adat Totoh. Bangunan tempat tinggal ini beratap sirap Ulin masih dihuni tiga keluarga dan sering kali dipergunakan untuk kegiatan ritual budaya, pertemuan adat dan warga, dan penyambutan tamu. Atraksi tarian juga disiapkan dan biasa ditampilkan saat penerimaan/penyambutan tamu. Bukan hanya itu, arsitektur bangunan Betang yang unik dari bahan kayu Ulin yang dipergunakan tentu juga menarik diulas sebagai bagian dari edukasi budaya lokal berkenaan dengan bangunan tradisional masyarakat Dayak Siang.

Salah satu daya tarik lain di kampung ini dari sisi kebudayaan ialah minuman tradisional bernama Anding. Anding sejenis minuman beralkohol tradisional merupakan warisan dari tradisi nenek moyang suku Dayak Siang sejak dahulu kala. Minuman ini diolah secara tradisional dengan bahan dasar beras ketan, ragi, gula, cengkeh, ketumbar dan rempah-rempah lainnya, berikut dibuat secara fermentasi. Biasanya minuman alkohol tradisional ini dihidangkan saat acara ritual adat dan keagamaan. Suku Dayak Siang menganggap Anding sebagai simbol menjaga eksistensi budaya, simbol kebersamaan dan mengandung kearifan lokal.

Setelah dirasa cukup, perjalanan kembali dilanjutkan tepatnya di Desa Tumbang Apat. Untuk mencapai lokasi dibutuhkan waktu sekitar 30 menit dari Kampung Tumbang Bantian. Tumbang Apat merupakan desa paling ujung di Kecamatan Sungai Babuat menawarkan keindahan alam dan pesona budaya yang kaya. Kampung ini memiliki segalanya untuk memikat hati setiap pengunjung. Amatan kami di Tumbang Apat difokuskan pada Rumah Betang Apat. Rumah Betang ini tergolong Benda Cagar Budaya (BCB) jauh lebih dulu berdiri dibanding Rumah Betang Bantian, yaitu tahun 1837. Dibangun sekitar 187 tahun silam, Betang Apat merupakan salah satu rumah betang terbesar di Murung Raya, setelah Betang Konut. Keagungan rumah adat ini tidak hanya terletak pada ukuran dan luasan 1,650 m2, luas bangunan 510 m2, dengan tinggi 3,07 m dan panjang rumah 55 m, tetapi juga pada maknanya sebagai simbol kebudayaan dan kehidupan warga Dayak Siang. Bangunan ini memiliki 9 kamar, 4 pintu dan 3 tangga serta satu tiang utama. Fungsi bangunan ini tidak berbeda dengan rumah betang lainnya, menjadi pusat kegiatan budaya yang diselenggarakan warga.

Berbagai tradisi lokal, gotong royong, dan budaya khas lainnya menjadi identitas desa Tumbang Apat, salah satunya adalah Puruk Buah. Puruk buah merupakan kegiatan budaya yang menampilkan dan menumpuk hasil panen buah-buahan di setiap bulan November-Desember, karena potensi buah-buahan di desa ini cukup banyak, seperti Durian. Desa Tumbang Apat adalah salah satu desa penghasil buah durian terbesar di Kabupaten Murung Raya. Tidak kalah menarik dari kebudayaan Tumbang Apat adalah permainan musik tradisional yang disebut Kongkurung. Kongkurung merupakan alat musik tradisional yang dimiliki oleh Suku Dayak Siang Murung Raya. Alat musik ini terbuat dari bambu pilihan sepanjang ±4 m dan di dalamnya terpasang kayu Ulin berbentuk balok kecil serta balok ulin yang dibentuk menyerupai gasing yang mampu mengeluarkan bunyi yang jika di kolaborasikan hentakannya mengeluarkan bunyi yang merdu. Alat musik ini sering dipergunakan masyarakat Dayak Siang saat melaksanakan rutinitas menanam padi. Selain itu, Kongkurung dapat juga dimainkan pada saat tamu-tamu kehormatan datang berkunjung ke desa mereka. Sebelum meninggalkan Rumah Betang Apat, tim sempat diperlihatkan hasil kerajinan tangan warga penghuni Betang, diantaranya Ocong. Ocong sejenis tas punggung yang terbuat dari rotan yang dibelah-belah berbentuk seperti tabung memiliki tinggi sekitar 65 cm dengan garis lingkaran sekitar 50 cm. Selain dipakai untuk membawa barang-barang ketika berpergian, dijadikan sebagai wadah untuk perbekalan saat berburu ke hutan atau tempat menyimpan hasil panen.

Surat Cinta dari Bulaksumur: Membangun Masa Depan Pariwisata Indonesia yang Tangguh, Berdaulat dan Bertanggung Jawab

AgendaBeritaKegiatanSlider Wednesday, 24 July 2024

Semiloka bertema Surat Cinta dari Bulaksumur: Membangun Masa Depan Pariwisata Indonesia yang Tangguh, Berdaulat, dan Bertanggung jawab menandai Peringatan Dies Natalis Pusat Studi Pariwisata UGM ke-30. Semiloka digelar sebagai wujud perjalanan 30 tahun Puspar UGM berdiri dan kedepannya untuk  terus menelurkan gagasan sebagai bentuk kontribusinya bagi perkembangan kepariwisataan Indonesia agar semakin lebih baik.

Pengakuan masyarakat global terhadap pembangunan kepariwisataan di Indonesia memperlihatkan perkembangan yang baik, dengan dicapainya peringkat 22 dunia berdasarkan Travel Tourism Development Index  yang sebelumnya bertengger pada peringkat 32. Apabila merujuk pada peringkat di atas, secara kuantitatif pembangunan pariwisata Indonesia lebih baik dari Belgia, Selandia Baru, dan Turki. Prestasi ini tentu saja tidak terlepas dari intervensi berbagai kebijakan negara yang pro pada pembangunan industri pariwisata. Salah satunya, terlihat dari peran aktif Indonesia pada kancah global Konferensi Tingkat Tinggi Archipelago and Island States Forum KTT AIS Forum 2023. Melalui forum ini, Indonesia mengajak negara-negara pulau dan kepulauan guna mewujudkan pariwisata berkelanjutan melalui penerapan langkah penting antara lain: mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; penerapan blue economy, penanganan sampah, serta tata kelola maritim. Forum ini penting dalam kontribusi ekonomi yang signifikan.

Hanya saja, pencapaian internasional ini tampaknya masih saja menyisakan berbagai pencermatan bagi pemangku kepentingan pariwisata. Apakah benar bahwa kualitas pembangunan kepariwisataan kita sudah berada pada “jalan yang benar”? Apakah pariwisata telah cukup tangguh dalam merespon ketidakpastian dunia global? Apakah pariwisata telah berdaulat di negerinya sendiri? Apakah prinsip-prinsip berkelanjutan telah diterapkan dalam praktik keseharian pembangunan pariwisata?

Berpijak dari berbagai persoalan di atas, sudah saatnya kita memikirkan ulang arah pembangunan pariwisata Indonesia apakah hanya akan mengarah pada peningkatan jumlah wisatawan, sehingga menyebabkan over tourism? Bagaimana mendorong regulasi dan kebijakan serta pengalaman empiris untuk mewujudkan destinasi pariwisata yang bertanggungjawab? Untuk menuju Pariwisata Indonesia 2045, perlu antisipasi ancaman dan cermat dalam melihat peluang menjadi sebuah keniscayaan untuk diperhatikan segenap stakeholders kepariwisataan.

Tujuan dari kegiatan semiloka adalah mendiseminasikan pemikiran dan refleksi para akademisi: merumuskan dan menyebarkan pemikiran para tenaga ahli Puspar UGM, akademisi, dan praktisi, untuk memberikan refleksi mendalam terhadap perkembangan pariwisata Indonesia. Mengusulkan solusi untuk pariwisata Indonesia: menyampaikan usulan dan strategi pada level paradigma, kebijakan, serta praktis guna memperkuat identitas kebangsaan yang lebih berdaulat dan bermartabat dalam mengebangkan kepariwisataan Indonesia.

Dalam semiloka ini, Puspar UGM menghadirkan para pemikir utamanya untuk berbagi perspektif dalam dua sesi utama dimana pada sesi pertamanya menghadirkan Prof. Dr. Phil. Janianton Damanik, M.Si. yang menyoroti kebijakan pariwisata pada masa transisi pemerintahan dimana sejauh mana prioritas kebijakan politik dan ekonomi akan berpengaruh terhadap arah kebijakan pariwisata Indonesia. Senada dengan pembicara sebelumnya, Prof. Ir. Tarcicius Yoyok Wahyu Subroto mengulas tantangan pelestarian dan konservasi yang perlu dilakukan di destinasi dengan paradigma pertumbuhan ekonomi yang masih begitu kuat. Sementara, Prof. Tri Kuntoro Priambodo, membahas sisi gelap digitalisasi yang selama ini selalu diagung-agungkan sebagai salah satu alat pertumbuhan pariwisata, hanya saja keberadaannya juga menimbulkan sisi gelap berupa kejahatan siber yang siap mengintai. Di sisi lain, Prof. Dr. Muhammad Baiguni, M.A., mengingatkan bahwa ada ancaman nyata lain seperti perubahan iklim dan dampak yang menyertainya bagi ekosistem kepariwisataan Indonesia dan juga strategi menghadapinya agar dapat berjalan dengan seimbang.

Sesi kedua menghadirkan Bobby Ardiyanto Setyo Adji sebagai perwakilan GIPI DIY yang membahas mengenai kondisi industri pariwisata yang masih rapuh terhadap ancaman globalisasi dan pasar yang terus menekan. Ia memberikan gambaran berdasarkan informasi yang faktual mengenai bagaimana industri dapat terus berkembang dalam menghadapi tantangan tersebut. Di sisi lain, Dr. Wiwik Sushartami mencoba menguraikan juga kesenjangan dunia pendidikan pariwisata dengan relasinya terhadap dunia industri serta bagaimana cara mengurai kesenjangan tersebut yang dapat menjawab tantangan dari industri.

Dr. rer. Pol. Dyah Widyastuti membahas mengenai bagaimana masifnya pertumbuhan destinasi pariwisata yang berusaha untuk mengejar pertumbuhan demand yang semakin naik sehingga menyebabkan pertumbuhan di destinasi menjadi tidak terkendali dan diskusi mengenai pariwisata hijau menjadi tertinggal. Sesi inipun ditutup oleh Dr. Hendrie Adji Kusworo yang menyuarakan mengenai pentingnya penguatan peran komunitas dalam pembangunan pariwisata, sejauh mana peran tersebut diamati dan bagaimana strategi kedepan komunitas ini dapat menjadi pemain utama penggerak pariwisata Indonesia dan tidak hanya menjadi penonton saja.

 

Puspar UGM : Ini PR Besar agar Desa Wisata DIY Bisa Bertahan

BeritaKegiatan Monday, 24 June 2024

Desa wisata bisa menjadi salah satu destinasi alternatif saat berkunjung ke DIY. Hanya saja, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dirampungkan agar desa wisata di DIY lebih berdaya saing dengan destinasi wisata lainnya.

Peneliti Pusat Studi Pariwisata (Puspar) Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Destha Titi Raharjana mengatakan pekerjaan rumah yang pertama yakni harus punya aspek kelembagaan dan legalitas yang jelas. Untuk memastikan hal tersebut diperlukan dukungan dari pemerintah kalurahan serta instansi terkait. Masalah kelembagaan akan diikuti dengan kesiapan dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) pengelola desa wisata, diperlukan tim inti dalam mengelola desa wisata. Tim ini bertugas mengelola desa wisata setiap hari serta monitoring dan evaluasi.

Selain itu, desa wisata perlu memiliki master plan yang di dalamnya memuat business plan. Setidaknya ada visi yang akan dicapai sepuluh tahun ke depan. Penataan dan pengembangan, baik fisik serta nonfisik bisa berjalan sesuai rencana. Termasuk dalam mencari dukungan anggaran. Pengelola desa wisata juga paham tentang produk pengetahuan yang dimiliki. Pengelola harus mampu mengemas identitas yang dimiliki desa tersebut. Tujuannya agar tidak homogen dengan desa tetangga. Diimbangi dengan kemampuan berinovasi terhadap produk wisata berbasis sumber daya lokal desa tersebut.

Berikutnya adalah pemasaran. Menurutnya hal ini adalah kunci penting dalam memajukan desa wisata, salah satunya lewat pengembangan jejaring untuk memasarkan produk wisata. Diakuinya, saat ini belum semua desa wisata punya tim khusus pemasaran. Pemasaran masih dianggap beban karena harus mengeluarkan modal. Dr. Destha Titi Raharjana menjelaskan pemasaran bisa murah dilakukan lewat aplikasi atau media sosial. Rendahnya keterampilan digital marketing juga masih jadi kendala. Apalagi desa wisata yang pengelolaannya tidak dipegang anak muda. Aktivasi di dunia digital lewat konten yang beragam masih minim. Demikian juga story telling dan orisinalitas cerita tentang desa. “Branding dapat dibangun dari toponim desa, atau mitos dan legenda yang tumbuh sebagai bentuk local wisdom”. 

DIY berpeluang besar pengembangan wisata minat khusus. Sehingga pengembangan pariwisata tidak terjebak pada mass tourism saja. Paket wisata tematik bisa dikembangkan dari empat kabupaten dan satu kota yang ada di DIY. Wisata tidak melulu Malioboro, DIY punya Taman Nasional Gunung Merapi, Geopark Gunung Sewu, Sand Dune, hingga pesona Menoreh. Ini semua bisa jadi lahan dan laboratorium pengembangan pariwisata. Menurutnya yang jadi masalah adalah minimnya inovasi dalam mengemas paket wisata berbasis edukasi. Berbasis minat wisatawan. Eksplorasi tema tertentu bisa dikembangkan, misalnya kawasan Kraton Ngayogyakarta.

Industri perjalanan bisa menawarkan skema kepada wisatawan untuk merasakan dan mendapatkan pengalaman baru menjadi tamu raja. “Kemasan co-creation, dari pihak penyedia jasa yang menawarkan keunikan dan tata cara minum teh di kampung Patehan misalnya, dapat dijadikan produk minat khusus,”.  Wisatawan juga bisa dikenalkan budaya jawa yang masih dipelihara sampai saat ini melalui abdi dalem yang punya berbagai profesi. Ini bisa jadi modal kultural untuk mendekatkan wisatawan saat berkunjung ke DIY.

Secara umum wisatawan juga belum mengenal lebih dalam tentang Jogja Istimewa. Ini jadi tantangan bagi penyedia jasa perjalanan menawarkan Beyond Jogja. “Mengajak wisatawan jauh menikmati dan merasakan pengalaman baru selama di Jogja.”

 

 

 

 

Diperlukan Local Champion agar Desa Wisata Berdaya Saing

BeritaKegiatan Friday, 17 May 2024

Sektor pariwisata dipercaya sebagai katup penyelamat ekonomi perdesaan jika mampu dikelola dengan profesional. Hadirnya pariwisata di desa mampu membuat rasa bangga sekaligus menjadikan warga desa lebih percaya diri.

Mereka tentunya merasa bisa lebih maju dari lainnya. Dari perspektif pariwisata, eksistensi desa wisata diharapkan mampu menjadi produk alternatif yang mampu menguatkan co-creation agar mampu menahan wisatawan lebih lama.

Demikian disampaikan Dr. Destha Titi Raharjana, S.Sos. M.Si., pegiat Wisata Kerakyatan Peneliti di Pusat Studi Pariwisata UGM pada Webinar bertema Membangun Desa Wisata Yang Unggul, Tangguh dan Berkelanjutan. Webinar diselenggarakan Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo-Flores, di Labuan Bajo Selasa (14/5).

“Mengapa Desa Wisata menarik dikembangkan? Ya karena desa wisata menawarkan sesuatu yang berbeda dibandingkan daya tarik lainnya. Namun perlu diingat, bisnis desa wisata perlu diimbangi komitmen, leadership, dan transparansi. Ini memerlukan tatakelola supaya bisnisnya bisa berkelanjutan dan kompetitif,” ujar Destha.

Beberapa critical factors desa wisata, kata Destha perlu mendapatkan perhatian. Diantaranya produk artificial, minim storytelling, rentan dupliasi, dan yang sering dijumpai minimnya paket dan minim inovasi yang dijalankan.

“Selama ini desa sepertinya hanya menangkap, akibatnya tidak ada nilai tambah bagi wisatawan. Tidak sedikit pengelola hanya jual tiket bukan paket. Kondisi ini terjadi karena mungkin kolaborasi yang terbatas sehingga memerlukan kepemimpinan lokal yang kuat,” katanya.

Oleh karena agar desa wisata semakin berdaya saing diperlukan DNA yang kuat supaya memiliki identitas berbeda (unique selling proposition). Diperlukan pula pelibatan dan penguatan interaksi wisatawan (co-creation) dalam kemasan paket wisata, dan minimal melengkapi amenitas penunjang dengan standar kebersihan dan kesehatan.

“Karenanya sangat perlu untuk disiapkan sumber daya manusia yang kompeten, inovatif, dan terampil di bidang teknologi, dan perlu melahirkan dan mengkader local champion di tingkat desa yang mampu melakukan kolaborasi dengan pihak eksternal dan internal,” terangnya.

Local champion penggerak desa wisata, menurut Destha adalah individu yang ditunjuk melalui musyawarah desa sebagai perwakilan kelompok desa yang memiliki jiwa kepemimpinan, memahami permasalahan desa, serta memiliki kemampuan berkomunikasi dengan seluruh lapisan masyarakat di desanya dengan baik. Penggerak desa ini diharapkan memiliki motivasi & bersedia mendedikasikan waktu dan hatinya untuk membersamai masyarakat desa dalam mengembangkan desanya sebagai desa wisata.

12

Recent Posts

  • Lestarikan Kebudayaan: Puspar UGM Rancang Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Barito Timur
  • Kolaborasi Mewujudkan Pariwisata Berkelas Dunia: Puspar UGM dan Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumbawa Barat Susun Ripparkab Tahun 2025-2045
  • Puspar UGM Kaji Strategi Pengembangan Pemasaran Pariwisata Kabupaten Berau
  • Puspar UGM Lakukan Presentasi Pendahuluan Penyusunan Ripparkab Nganjuk
  • Merancang Masa Depan Pariwisata Kulon Progo : Sinergi Puspar UGM dan Dinas Pariwisata dalam Penyusunan Naskah Akademik Ripparda
Universitas Gadjah Mada

Pusat Studi Pariwisata
Universitas Gadjah Mada

Kompleks Bulaksumur D-8, Yogyakarta,
55281 Indonesia

Email: ps.pariwisata@ugm.ac.id
Telp/Fax : (+62) 274 564-138

WhatsApp : +62 87829709745

© Puspar, Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY