Pusat Studi Pariwisata UGM bekerja sama dengan US Embassy dan The Asia Foundation dalam program Young Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI) Regional Workshop: Sustainable and Inclusive Cultural Tourism yang dilaksanakan di Yogyakarta, Indonesia. Workshop ini bertujuan untuk mendorong para pemimpin muda untuk berdiskusi mengenai isu-isu pariwisata yang berkelanjutan dan inklusif serta menciptakan ruang bagi generasi muda untuk memperkuat jaringan dan komunitas mereka di seluruh Asia Tenggara.
Para peserta berasal dari berbagai latar belakang komunitas dan budaya dari Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, Laos, Singapore, dan Thailand, berkumpul untuk mendiskusikan topik keberlanjutan dan inklusivitas dalam budaya pariwisata.
Jason P. Rebholz, Konselor Diplomasi Publik, Misi Amerika untuk Indonesia, mengatakan Asia Tenggara memiliki potensi dlam pengembagan pariwisata budaya sehingga pariwisata budaya g kini menjadi isu penting di kawasan ini. Oleh karena itu, ia merasa sangat senang peserta dari berbagai komunitas ini membahas pariwisata budaya yang berkelanjutan dan inklusif. “Asia Tenggara adalah kawasan yang kaya akan budaya, tradisi, dan variasi kuliner yang dapat menjadi peluang kerja sama dengan Amerika Serikat dan komunitas global. Kegiatan ini memungkinkan peserta untuk saling belajar, berbagi keahlian, dan memberdayakan satu sama lain untuk masa depan pariwisata budaya,” ujar Jason P. Rebholz.
Lokakarya diadakan sebagai wadah bagi para pemuda dengan potensi kepemimpinan dari negara-negara Asia Tenggara dan Timor Leste, untuk membangun jaringan, bertukar ide dan wawasan, serta bersama-sama memikirkan jalan keluar dari beragam tantangan terkait cagar budaya, usaha pariwisata, serta ragam aspek inklusivitas dan berkelanjutan di Asia Tenggara dan Timor Leste. Selama lokakarya, para peserta berkesempatan untuk memperluas jaringan melalui interaksi dengan sesama peserta, dan memperoleh perspektif akan hubungan baik Amerika Serikat dengan negara-negara ASEAN, termasuk Timor Leste.
Para peserta lokakarya berkesempatan mengunjungi destinasi pariwisata terutama Borobudur, Kota Gede, dan Museum Sonobudoyo untuk belajar mengenai pengelolaan tempat wisata yang berkelanjutan dan inklusif. Mereka pun dipertemukan dengan para pengusaha, organisasi non-profit, pengelola desa pariwisata, dan pimpinan daerah agar dapat memahami bagaimana mempraktikkan apa yang telah dipelajari.