Semiloka bertema Surat Cinta dari Bulaksumur: Membangun Masa Depan Pariwisata Indonesia yang Tangguh, Berdaulat, dan Bertanggung jawab menandai Peringatan Dies Natalis Pusat Studi Pariwisata UGM ke-30. Semiloka digelar sebagai wujud perjalanan 30 tahun Puspar UGM berdiri dan kedepannya untuk terus menelurkan gagasan sebagai bentuk kontribusinya bagi perkembangan kepariwisataan Indonesia agar semakin lebih baik.
Pengakuan masyarakat global terhadap pembangunan kepariwisataan di Indonesia memperlihatkan perkembangan yang baik, dengan dicapainya peringkat 22 dunia berdasarkan Travel Tourism Development Index yang sebelumnya bertengger pada peringkat 32. Apabila merujuk pada peringkat di atas, secara kuantitatif pembangunan pariwisata Indonesia lebih baik dari Belgia, Selandia Baru, dan Turki. Prestasi ini tentu saja tidak terlepas dari intervensi berbagai kebijakan negara yang pro pada pembangunan industri pariwisata. Salah satunya, terlihat dari peran aktif Indonesia pada kancah global Konferensi Tingkat Tinggi Archipelago and Island States Forum KTT AIS Forum 2023. Melalui forum ini, Indonesia mengajak negara-negara pulau dan kepulauan guna mewujudkan pariwisata berkelanjutan melalui penerapan langkah penting antara lain: mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; penerapan blue economy, penanganan sampah, serta tata kelola maritim. Forum ini penting dalam kontribusi ekonomi yang signifikan.
Hanya saja, pencapaian internasional ini tampaknya masih saja menyisakan berbagai pencermatan bagi pemangku kepentingan pariwisata. Apakah benar bahwa kualitas pembangunan kepariwisataan kita sudah berada pada “jalan yang benar”? Apakah pariwisata telah cukup tangguh dalam merespon ketidakpastian dunia global? Apakah pariwisata telah berdaulat di negerinya sendiri? Apakah prinsip-prinsip berkelanjutan telah diterapkan dalam praktik keseharian pembangunan pariwisata?
Berpijak dari berbagai persoalan di atas, sudah saatnya kita memikirkan ulang arah pembangunan pariwisata Indonesia apakah hanya akan mengarah pada peningkatan jumlah wisatawan, sehingga menyebabkan over tourism? Bagaimana mendorong regulasi dan kebijakan serta pengalaman empiris untuk mewujudkan destinasi pariwisata yang bertanggungjawab? Untuk menuju Pariwisata Indonesia 2045, perlu antisipasi ancaman dan cermat dalam melihat peluang menjadi sebuah keniscayaan untuk diperhatikan segenap stakeholders kepariwisataan.
Tujuan dari kegiatan semiloka adalah mendiseminasikan pemikiran dan refleksi para akademisi: merumuskan dan menyebarkan pemikiran para tenaga ahli Puspar UGM, akademisi, dan praktisi, untuk memberikan refleksi mendalam terhadap perkembangan pariwisata Indonesia. Mengusulkan solusi untuk pariwisata Indonesia: menyampaikan usulan dan strategi pada level paradigma, kebijakan, serta praktis guna memperkuat identitas kebangsaan yang lebih berdaulat dan bermartabat dalam mengebangkan kepariwisataan Indonesia.
Dalam semiloka ini, Puspar UGM menghadirkan para pemikir utamanya untuk berbagi perspektif dalam dua sesi utama dimana pada sesi pertamanya menghadirkan Prof. Dr. Phil. Janianton Damanik, M.Si. yang menyoroti kebijakan pariwisata pada masa transisi pemerintahan dimana sejauh mana prioritas kebijakan politik dan ekonomi akan berpengaruh terhadap arah kebijakan pariwisata Indonesia. Senada dengan pembicara sebelumnya, Prof. Ir. Tarcicius Yoyok Wahyu Subroto mengulas tantangan pelestarian dan konservasi yang perlu dilakukan di destinasi dengan paradigma pertumbuhan ekonomi yang masih begitu kuat. Sementara, Prof. Tri Kuntoro Priambodo, membahas sisi gelap digitalisasi yang selama ini selalu diagung-agungkan sebagai salah satu alat pertumbuhan pariwisata, hanya saja keberadaannya juga menimbulkan sisi gelap berupa kejahatan siber yang siap mengintai. Di sisi lain, Prof. Dr. Muhammad Baiguni, M.A., mengingatkan bahwa ada ancaman nyata lain seperti perubahan iklim dan dampak yang menyertainya bagi ekosistem kepariwisataan Indonesia dan juga strategi menghadapinya agar dapat berjalan dengan seimbang.
Sesi kedua menghadirkan Bobby Ardiyanto Setyo Adji sebagai perwakilan GIPI DIY yang membahas mengenai kondisi industri pariwisata yang masih rapuh terhadap ancaman globalisasi dan pasar yang terus menekan. Ia memberikan gambaran berdasarkan informasi yang faktual mengenai bagaimana industri dapat terus berkembang dalam menghadapi tantangan tersebut. Di sisi lain, Dr. Wiwik Sushartami mencoba menguraikan juga kesenjangan dunia pendidikan pariwisata dengan relasinya terhadap dunia industri serta bagaimana cara mengurai kesenjangan tersebut yang dapat menjawab tantangan dari industri.
Dr. rer. Pol. Dyah Widyastuti membahas mengenai bagaimana masifnya pertumbuhan destinasi pariwisata yang berusaha untuk mengejar pertumbuhan demand yang semakin naik sehingga menyebabkan pertumbuhan di destinasi menjadi tidak terkendali dan diskusi mengenai pariwisata hijau menjadi tertinggal. Sesi inipun ditutup oleh Dr. Hendrie Adji Kusworo yang menyuarakan mengenai pentingnya penguatan peran komunitas dalam pembangunan pariwisata, sejauh mana peran tersebut diamati dan bagaimana strategi kedepan komunitas ini dapat menjadi pemain utama penggerak pariwisata Indonesia dan tidak hanya menjadi penonton saja.