Pemerintah Kabupaten Nagan Raya mengandeng Pusat Studi Pariwisata UGM menyiapkan dokumen teknis Ripparkab dan draft qanun jangka waktu 2022-2025 dalam upaya menata sektor kepariwisataan.
“Pihak pusat dalam hal ini Kementerian Pariwisata selalu bertanya perihal dokumen ini terlebih bila ada dari daerah yang mengharapkan fasilitasi dalam upaya pembangunan pariwisata,” ungkap Sigit Winarno selaku Ketua Komisi D DPRK Nagan Raya, saat memberi tanggapan terkait akhir Penyusunan Ripparkab dan Rancangan Qanun Ripparkab Kabupaten Nagan Raya dalam sebuah seminar yang berlangsung di Aula Bappeda Kabupaten Nagan Raya, Selasa (30/11).
Dalam seminar hasil kerja sama Pemkab Nagan Raya dengan Pusat Studi Pariwisata UGM tersebut, Sigit menandaskan pihak legislatif Kabupaten Nagan Raya mendukung kajian ini dan berharap dinas-dinas teknis dapat mendukung qanun ini sebagai langkah strategis bagi pemerintah membangun sektor wisata. Menurutnya, yang tidak kalah penting adalah perlunya mempersiapkan sejak dini kegiatan wirausaha bagi masyarakat di sekitar objek wisata.
“Semua itu perlu dilakukan agar saat wisata dibuka mereka sudah siap untuk menyediakan kebutuhan bagi wisatawan,”tegasnya.
Dalam seminar yang dibuka Sekda Kabupaten Nagan Raya, Ir. H. Ardimartha, hasil kajian tim Puspar UGM disampaikan Dr. Destha Titi Raharjana, S. Sos., M.Si., Wijaya, S. Hut., M.Sc., dan Bimo Fajar Hantoro, SH,. Tim Puspar UGM menegaskan perlunya dukungan segenap pemangku kepentingan agar akselerasi pembangunan potensi pariwisata Nagan Raya dapat memberikan kemanfaatan bagi masyarakat dan daerah.
Banyak peluang untuk pengembangan produk wisata religi, wisata alam, dan wisata budaya. Potensi yang sangat besar tersebut akan berjalan terlebih dengan dibukanya kembali bandar udara Cut Nyak Dien.
“Kami meyakini mampu menjadi main gate untuk mengenalkan destinasi pariwisata Nagan Raya di tingkat nasional, bahkan internasional,” tegas Destha.
Ia menambahkan segmen wisatawan mancanegara seperti Malaysia potensial untuk digaet agar bisa melengkapi pengalaman wisata religinya selama berwisata di Aceh. Keberadaan Masjid Baitul A’la atau lebih dikenal dengan Masjid Giok yang masih dalam proses finishing diharapkan mampu menjadi ikon penarik wisatawan dari negeri jiran.
Peneliti lain dari Puspar UGM, Wijaya, menyampaikan analisisnya menyangkut perwilayahan pariwisata yang mencakup 4 kawasan pengembangan pariwisata kabupaten (KPPK) dan 4 kawasan strategis pariwisata kabupaten (KSPK). Empat KPPK tersebut adalah religi, wisata sungai dan danau, wisata pantai, dan ekowisata, sedangkan 4 KSPK mencakup KSPK perkotaan Suka Makmue dan sekitarnya bertema pengembangan wisata religi didukung wisata kuliner, belanja dan kerajinan, dan KSPK Danau Laot Tadu dengan tema pengembangan wisata rekreasi danau dan sungai dengan Danau Laot Tadu, Krueng Isep dan Bendungan Irigasi Jeuram sebagai daya tarik wisata unggulan.
“Juga, KSPK Kuala Pesisir dan Tripa Makmur dengan tema pengembangan wisata alam pantai dengan objek wisata Pantai Naga Permai, Lhok Raja, dan Kuala Tripa sebagai unggulan, serta KSPK Beutong Ateuh Banggalang dengan tema pengembangan ecotourism berbasis situs persinggahan pahlawan nasional Cut Nyak Dien, atraksi arung jeram sungai Beutong, jelajah hutan alam, dan wisata budaya,” paparnya.