Perjalanan survei tim Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM dalam rangka penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten (Ripparkab) Murung Raya, dimulai. Survei ini merupakan bagian dari pemetaan potensi dan daya tarik wisata. Diawali pagi hari, Jumat, 6 September 2024 berkoordinasi di Kantor Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (DKOP) Kabupaten Murung Raya, diterima oleh Kepala DKOP, Kabid Pengembangan Destinasi dan jajaran berdiskusi sekilas tentang perkembangan pembangunan kepariwisataan dan tentunya membahas rencana kegiatan survei tim selama berada di wilayah Murung Raya. Setelah dirasa cukup, Tim Puspar UGM dan Tim DKOP memulai petualangan berbagi dua mobil Hilux 4WD, karena medan jalanan pedalaman yang membutuhkan kendaraan dengan spesifikasi tertentu. Medan yang menantang butuh kendaraan yang fit agar bisa naik turun bukit/gunung.
Objek pertama yang dikunjungi adalah Rumah Betang Bantian. Objek ini berada di Desa Tumbang Bantian Kecamatan Sungai Babuat. Objek ini dapat ditempuh sekitar 1,5 jam dari Kota Puruk Cahu. Kami diajak untuk mengenal lebih dekat rumah Betang yang diperkirakan dibangun pada tahun 1898. Situs yang telah berusia 126 tahun ini termasuk Bangunan Cagar Budaya (BCB) memiliki panjang 22,53 m dan lebar 13,5 m dengan jarak antara lantai dan tanah sekitar 2,58 m. Di dalam betang bagian tengah dapat dijumpai 5 patung berbahan kayu Ulin (Besi) yang disebut dengan Duran, yang merupakan simbol dari pelaksanaan ritual Adat Totoh. Bangunan tempat tinggal ini beratap sirap Ulin masih dihuni tiga keluarga dan sering kali dipergunakan untuk kegiatan ritual budaya, pertemuan adat dan warga, dan penyambutan tamu. Atraksi tarian juga disiapkan dan biasa ditampilkan saat penerimaan/penyambutan tamu. Bukan hanya itu, arsitektur bangunan Betang yang unik dari bahan kayu Ulin yang dipergunakan tentu juga menarik diulas sebagai bagian dari edukasi budaya lokal berkenaan dengan bangunan tradisional masyarakat Dayak Siang.
Salah satu daya tarik lain di kampung ini dari sisi kebudayaan ialah minuman tradisional bernama Anding. Anding sejenis minuman beralkohol tradisional merupakan warisan dari tradisi nenek moyang suku Dayak Siang sejak dahulu kala. Minuman ini diolah secara tradisional dengan bahan dasar beras ketan, ragi, gula, cengkeh, ketumbar dan rempah-rempah lainnya, berikut dibuat secara fermentasi. Biasanya minuman alkohol tradisional ini dihidangkan saat acara ritual adat dan keagamaan. Suku Dayak Siang menganggap Anding sebagai simbol menjaga eksistensi budaya, simbol kebersamaan dan mengandung kearifan lokal.
Setelah dirasa cukup, perjalanan kembali dilanjutkan tepatnya di Desa Tumbang Apat. Untuk mencapai lokasi dibutuhkan waktu sekitar 30 menit dari Kampung Tumbang Bantian. Tumbang Apat merupakan desa paling ujung di Kecamatan Sungai Babuat menawarkan keindahan alam dan pesona budaya yang kaya. Kampung ini memiliki segalanya untuk memikat hati setiap pengunjung. Amatan kami di Tumbang Apat difokuskan pada Rumah Betang Apat. Rumah Betang ini tergolong Benda Cagar Budaya (BCB) jauh lebih dulu berdiri dibanding Rumah Betang Bantian, yaitu tahun 1837. Dibangun sekitar 187 tahun silam, Betang Apat merupakan salah satu rumah betang terbesar di Murung Raya, setelah Betang Konut. Keagungan rumah adat ini tidak hanya terletak pada ukuran dan luasan 1,650 m2, luas bangunan 510 m2, dengan tinggi 3,07 m dan panjang rumah 55 m, tetapi juga pada maknanya sebagai simbol kebudayaan dan kehidupan warga Dayak Siang. Bangunan ini memiliki 9 kamar, 4 pintu dan 3 tangga serta satu tiang utama. Fungsi bangunan ini tidak berbeda dengan rumah betang lainnya, menjadi pusat kegiatan budaya yang diselenggarakan warga.
Berbagai tradisi lokal, gotong royong, dan budaya khas lainnya menjadi identitas desa Tumbang Apat, salah satunya adalah Puruk Buah. Puruk buah merupakan kegiatan budaya yang menampilkan dan menumpuk hasil panen buah-buahan di setiap bulan November-Desember, karena potensi buah-buahan di desa ini cukup banyak, seperti Durian. Desa Tumbang Apat adalah salah satu desa penghasil buah durian terbesar di Kabupaten Murung Raya. Tidak kalah menarik dari kebudayaan Tumbang Apat adalah permainan musik tradisional yang disebut Kongkurung. Kongkurung merupakan alat musik tradisional yang dimiliki oleh Suku Dayak Siang Murung Raya. Alat musik ini terbuat dari bambu pilihan sepanjang ±4 m dan di dalamnya terpasang kayu Ulin berbentuk balok kecil serta balok ulin yang dibentuk menyerupai gasing yang mampu mengeluarkan bunyi yang jika di kolaborasikan hentakannya mengeluarkan bunyi yang merdu. Alat musik ini sering dipergunakan masyarakat Dayak Siang saat melaksanakan rutinitas menanam padi. Selain itu, Kongkurung dapat juga dimainkan pada saat tamu-tamu kehormatan datang berkunjung ke desa mereka. Sebelum meninggalkan Rumah Betang Apat, tim sempat diperlihatkan hasil kerajinan tangan warga penghuni Betang, diantaranya Ocong. Ocong sejenis tas punggung yang terbuat dari rotan yang dibelah-belah berbentuk seperti tabung memiliki tinggi sekitar 65 cm dengan garis lingkaran sekitar 50 cm. Selain dipakai untuk membawa barang-barang ketika berpergian, dijadikan sebagai wadah untuk perbekalan saat berburu ke hutan atau tempat menyimpan hasil panen.