Policy Brief ini dibuat berdasarkan sumber dari Evaluasi Kesiapan Implementasi Pariwisata Tangguh dan Berkelanjutan Dalam Pengembangan Desa Wisata di 5 Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP). Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Direktorat Kajian Strategis Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Industri pariwisata diklaim sebagai sektor ekonomi yang rentan terhadap berbagai gejolak. Kondisi industri pariwisata Indonesia yang parah selama pandemi COVID-19 digambarkan secara akurat oleh beberapa peneliti (Damanik, Utami, Mayani, 2022; Utami dan Kafabih, 2021). Banyak destinasi yang mengalami keterpurukan dan sulit bangkit atau berusaha untuk sekadar bertahan hidup. Krisis pariwisata tidak dapat dihindari, tetapi pemerintah Indonesia mencoba berbagai strategi untuk menopang keberlanjutan industri penting ini.
Salah satu strategi yang dipilih adalah menerbitkan regulasi untuk mencegah dan menanggulangi krisis kepariwisataan. Tujuannya jelas, yakni mencegah penurunan citra kepariwisataan Indonesia di mata dunia. Pemerintah menerbitkan Peraturan Kementerian Pariwisata Nomor 9/2021 (selanjutnya: PKP 9/2021) tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan yang merupakan revisi dari peraturan sebelumnya (2016). Beleid mengakomodasi standar global (Global Sustainable Tourism Council) yang diakui oleh UNWTO dan merinci kriteria, sub kriteria, indikator, dan bukti pendukung terkait destinasi pariwisata berkelanjutan. Terkait dengan hal itu, sebelumnya telah dikeluarkan Peraturan Kementerian Pariwisata Nomor 10 Tahun 2019 (selanjutnya: PKP 10/2019) tentang manajemen krisis kepariwisataan. Tujuan aturan ini untuk mencegah dan menanggulangi krisis kepariwisataan yang berkepanjangan akibat beragam faktor penyebab.
Sejauh ini potret dan evaluasi yang memadai tentang implementasinya di lapangan belum dilakukan secara sistematis. Hal ini mengakibatkan efektivitas kedua peraturan tersebut tidak atau belum diketahui secara utuh. Padahal efektivitas suatu regulasi akan berdampak positif yang luas bagi pencapaian tujuan-tujuan yang ditentukan oleh pengambil keputusan (Mukherjee dan Bali, 2019). Artinya, pengambil keputusan perlu menjamin apakah regulasi yang digulirkan itu efektif atau perlu diperkuat sedemikian rupa sehingga target yang dicanangkan dapat direalisasi dengan baik.
Selengkapnya, silakan menghubungi Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada