Pertumbuhan masyarakat kelas menengah di Indonesia terus meningkat sehingga saat ini jumlahnya sudah hampir setengah dari total populasi. Sebaliknya, angka kemiskinan terus turun menyisakan sekitar 11,66 persen atau sekitar 25,5 juta penduduk dari total populasi di negara ini (BPS, 2012). Artinya sekitar 79 persen dari total penduduk Indonesia ini sebenarnya sudah bisa hidup dengan ekonomi relatif baik, sehingga dengan peningkatan ekonomi masyarakat itu secara otomatis mendobrak daya beli sekaligus kemampuan bepergian atau berlibur. Berdasarkan data terakhir yang ada jumlah penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan wisata pada tahun 2012 sebanyak 100 juta orang dengan frekuensi antara dua sampai tiga kali dalam setahun. Berdasarkan data tersebut maka sejalan dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat maka kebutuhan untuk berlibur pun meningkat. Dengan meningkatnya perjalanan wisata yang dilakukan maka diperlukan informasi tentang tujuan wisata, obyek wisata yang menarik, sarana yang tersedia seperti transportasi untuk mencapai daerah tujuan wisata, produk wisata yang diminati dan lain sebagainya. Akan tetapi selama ini untuk memperoleh informasi tersebut wisatawan sering mengalami kesulitan, karena tidak mengetahui dimana dan pada siapa harus meminta informasi.
Artikel
Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa provinsi di Indonesia telah bertambah, dari 33 provinsi saat ini menjadi 34 provinsi. Ini terjadi dengan disahkannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2012 tentang Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara). RUU pembentukan Kaltara ini sebelumnya disetujui oleh Rapat Paripurna DPR pada 25 Oktober 2012 untuk disahkan menjadi Undang-Undang (UU). Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 16 November 2012 lalu telah menandatangani Undang-Undang tersebut.
UU tersebut menyebutkan, provinsi Kalimantan Utara berasal dari sebagian wilayah provinsi Kalimantan Timur. Wilayahnya terdiri dari 4 kabupaten dan 1 kota, yakni: Kabupaten Bulungan, Malinau, Nunukan dan Tana Tidung serta Kota Tarakan. Pasal 7 menyebutkan: “Ibukota provinsi Kalimantan Utara berkedudukan di Tanjung Selor, kabupaten Bulungan”. Sedang pasal 5 ayat (3) menyatakan, penetapan batas wilayah secara pasti di lapangan ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) paling lama 5 (lima) tahun sejak peresmian provinsi Kaltara, tetapi dalam rancangan undang-undangan Batas-batas wilayah provinsi Kaltara adalah: sebelah Utara berbatasan dengan Negara Bagian Sabah, Malaysia, sebelah Timur berbatasan dengan Laut Sulawesi, sebelah Selatan berbatasan dengan empat kabupaten di provinsi Kaltim, yakni: Kutai Barat, Kutai Timur, Kutai Kartanegara, dan kabupaten Berau, dan sebelah Barat berbatasan dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia.
Tak perlu dipungkiri bila Yogyakarta – di dalamnya mencakup 1 kota dan 4 kabupaten – masih menjadi pilihan bagi para pelancong, baik domestik ataupun mancanegara. Berbagai predikat disandang kota ini selain ditopang faktor penunjang lainnya sehingga menyebabkan siapapun mudah dapat melakukan mobilitas ke dan dari Yogyakarta. Berbagai aktivitas wisata dapat ditemukan dan hal itu ditunjang pula dengan aspek lainnya sehingga memikat wisatawan. Itu semua tidak lain Yogyakarta telah memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif disektor kepariwisataan. Harus diakui bila sektor kepariwisataan di Yogyakarta tidak dapat diabaikan eksistensinya, yang secara signifikan telah memberikan kontribusi bagi masyarakat baik secara ekonomi sosial dan budaya serta bagi pemerintah daerah dan kalangan swasta. Bukan itu saja, lokomotif ekonomi Yogyakarta juga masih ditopang dari sektor pendidikan yang dinilai masih memiliki kualitas baik serta didukung dengan keragaman jenis dan latar belakang lembaga pendidikan. Sehingga bisa dikatakan sekolah di Jogja masih menjadi pilihan bagi lulusan SMA luar DIY. Kreatifitas dan daya tanggap masyarakat Yogyakarta juga memberikan kontribusi bagi keberlangsungan ekonomi kreatif yang muncul baik dari kegiatan kesenian, disain grafis, kerajinan, dan kegiatan yang bernafaskan kreatifitas, termasuk merebaknya fenomena hobies yang bisa menjadi potensial market bagi pariwisata. Disisi lain, tingkat keterbukaan sosial yang relative tinggi dan akses masuk yang mudah ke DIY menjadikan wilayah DIY ini sering kali dipergunakan sebagai tempat untuk melakukan kegiatan bisnis/transaksi ataupun organisasi yang dirasa meresahkan masyarakat dan ini akan berdampak pada image buruk Yogyakarta.
Minat wisatawan berkunjung ke Jogja semakin meningkat. Pada tahun 2007 jumlah wisatawan yang berkunjung ke Jogja sebanyak 2.203.830 orang (wisman 76.203 orang dan wisnus 2.127.627 orang), pada tahun 2011 meningkat menjadi 3.206.334 orang (wisman sebanyak 148.756 orang dan wisnus sebanyak 3.057.578 orang) (BPS DIY, 2012). Peningkatan sebanyak 45,5% ini menunjukan bahwa pesona Jogja bagi wisatawan masih tinggi. Hal ini juga sejalan dengan bertambahnya fasilitas wisata khusunya hotel yang bertambah 6 buah hotel bintang dan 680 hotel melati selama kurun waktu 2007-2011.
Pembaca hendaknya tidak salah tafsir terhadap judul artikel ini. Yang dimaksud adalah bagaimana caranya agar pariwisata, seperti DIY sendiri, benar-benar istimewa bagi wisatawan. Wisatawan yang berkunjung ke DIY memperoleh pengalaman istimewa yang sulit ditemukan di daerah lain. Asa itu bukan khayalan kosong, sebab pariwisata sudah menjadi citra kuat DIY. Melalui pariwisata yang istimewa citra keistimewaan DIY semakin ditegaskan.
Harus diakui, bahwa hal istimewa tidak terjadi secara alamiah, tapi dibentuk oleh kerja keras yang khusus dan berlanjut. Untuk menjadi nomor teratas di pentas nasional, maka pemangku kepentingan pariwisata DIY wajib melakukan usaha ekstra-kreatif berdurasi panjang. Destinasi lain boleh saja tidak perduli pada keluhan wisatawan atas mutu layanan, tapi tidak untuk DIY, atas nama pariwisata istimewa tadi. Di sini keluhan sejenis dihargai sebagai bentuk simpati untuk melecut daya saing.