• About UGM
  • Academic Portal
  • IT Center
  • Library
  • Research
  • Webmail
Universitas Gadjah Mada Pusat Studi Pariwisata
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • Tentang PUSPAR
    •  Visi & Misi
    •  Struktur Organisasi
    • Tenaga Ahli
    •  Keahlian
  • Kegiatan
    • Studi/Penelitian
    • Publikasi
    • Pelatihan
    • Seminar
    • Berita
  • Perpustakaan
  • JURNAL NASIONAL PARIWISATA
  • id
    • en
    • id
  • Beranda
  • Kegiatan
  • Seminar
  • SEMINAR SERIES KEPARIWISATAAN JUNI 2019

SEMINAR SERIES KEPARIWISATAAN JUNI 2019

  • Seminar
  • 14 June 2019, 08.05
  • Oleh: HenryDitlit
  • 0

MENATA ULANG TATA KELOLA DESTINASI PUSAKA BUDAYA DUNIA KAWASAN BOROBUDUR

oleh : Amiluhur Soeroso (Pengajar di Pascasarjana MKP Fisipol UGM & STIPRAM)

 

Borobudur Temple Compound, demikian UNESCO menahbiskan barang budaya Indonesia tersebut sebagai pusaka dunia hampir tiga dekade yang lalu. Arti dari compound sendiri mestinya tidak fokus pada Borobudur semata, tetapi merujuk juga pada dua candi lain yaitu Mendut dan Pawon, beserta kawasan di sekelilingnya. Bila pengertian tersebut dipertajam, pasti akan menyangkut kehidupan manusia dan makhluk hidup lain serta benda yang berada di kawasan tersebut.

Oleh karena itu, menetapkan Borobudur sebagai barang budaya dunia, seharusnya berujung pada kepentingan kemaslahatan umat manusia. Namun kenyataannya, pengelolaan Borobudur untuk berbagai kepentingan, baik yang bersifat konservasi barang kebudayaan itu sendiri dan lingkungan di sekitarnya, untuk tujuan kepariwisataan maupun kemasyarakatan seringkali justru menimbulkan ketidak-harmonisan. Para pemangku kepentingan yang membawa surat perintah atas nama negara, saling berlomba memenuhi target yang diimpikannya, memperebutkan kue yang hanya semenjana. Sementara itu, masyarakat sendiri harus berjuang menentukan nasibnya sendiri untuk menghalau badai kemiskinan yang kemungkinan akan membawanya ke zaman kelanggengan.

Dengan begitu, pertanyaan yang selalu muncul adalah bagaimana model pengelolaan Kawasan Pusaka Dunia Borobudur yang tepat untuk mengeliminasi konflik dan mengatasi masalah redistribusi manfaat antar pemangku kepentingan?

Tentu, karena wilayah Borobudur tidak melulu untuk kegiatan konservasi arkeologi atau bahkan kepariwisataan saja maka perlu tinjauan dari banyak aspek bukan hanya ekonomi ataupun budaya. Tinjauan harus holistik menyangkut kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Waktu dan tempat :

Selasa, 18 Juni 2019
Jam 09.00 s/d 11.00 WIB

R. Pertemuan

Pusat Studi Pariwisata UGM
Kompleks Bulaksumur J-3 Yogyakarta

Registrasi : Isni (0274) 564-138

Recent Posts

  • Penyusunan Masterplan Daya Tarik Wisata
  • Call For Paper Jurnal Nasional Pariwisata
  • Penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (Ripparda)
  • Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Perlu Kembangkan Wisata Weekdays
  • Puspar UGM Prediksi Sektor Kuliner hingga Budaya Akan Banyak Diminati Wisatawan Saat Liburan
Universitas Gadjah Mada

Pusat Studi Pariwisata
Universitas Gadjah Mada

Kompleks Bulaksumur D-8, Yogyakarta,
55281 Indonesia

Email: ps.pariwisata@ugm.ac.id
Telp/Fax : (+62) 274 564-138

WhatsApp : +62 87829709745

© Puspar, Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju